Press ESC to close

PASTI Pj GUBERNUR KALTIM TIDAK MAJU PILKADA : Bagaimana Pj Bupati PPU ?

Dalam tulisan sebelumnya  di website ini (https://dirusanandani.com) yang berjudul “Pj Kepala Daerah di Kaltim Mungkinkah Maju Pada Pilkada 2024 : Adakah Peluangnya ?”, telah disinggung 3 aspek mendasar harus dipenuhi oleh Pj Kepala Daerah apabila maju Pilkada, yaitu memiliki tingkat elaktabilitas relatif tinggi atau cukup POPULERITAS dikalangan masyarakat, dan memiliki PRESTASI KERJA yang sudah terbukti, baik dilihat secara fisik maupun secara kebijakan berupa perubahan berarti terhadap pelaksanaan pembangunan di daerah, urusan umum pemerintahan dan pelayanan publik. Disamping memiliki dukungan finansial (ISITAS) yang cukup untuk membiayai kegiatan politik karena keikutsertaan dalam Pilkada, baik Pilgub maupun Pilbup.

Ketiga aspek diatas tampaknya tidak ada satupun melekat pada Pj Gbernur Kalimantan Timur maupun Pj Bupati Paser Penajam Utara (PPU), bahkan Pj Gubernur (Akmal Malik) tegas menyebutkan dirinya tidak akan maju; Atau dengan kata lainnya sadar bahwa pelbagai upaya yang dilakukan tidak mampu mengangkat populeritas dihadapan masyarakat pemilih, yang diindikasikan dalam bursa pencalonan Kepala Daerah, tidak ada terbersit namanya dikalangan Parpol, maupun muncul langsung sebagai alternatif usulan dari kalangan masyarakat Kalimantan Timur.

Demikian pula dari kalangan birokrasi tidak ada pula ungkapan yang mencuat ke publik khususnya ekspos hasil pencapaian program pembangunan sektoral, sebagai implikasi positif atas langkah-langkah kebijakan yang bersifat terobosan (“inovasi”) oleh Pj Kepala Daerah. Para ASN bersikap datar-datar saja terhadap keberadaan Pj Kepala Daerah, karena sadar bahwa masa jabatan Pj hanya berkisar 1,5 tahun saja, kecuali bagi ASN khususnya PNS yang berpetualang mencari jabatan, menjadikan momen keberadaan Pj untuk mendapatkan jabatan yang diinginkan; Faktanya, terdapat PNS yang mendapatkan jabatan tidak sejalan dengan sistem meritokrasi yang seharusnya  berlaku, dan ikatan alumni menjadi lebih menonjol dalam promosi jabatan. Oleh karenanya  tidak mengherankan muncul gugatan TUN oleh Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama (PPTP) terhadap kebijakan mutasi PNS.

Koran Kaltim Post (20/07/2024) memberitakan bahwa tenggat waktu 17 Juli 2024 bagi para Pj Kepala Daerah harus mengajukan surat pengunduran diri Kepada Menteri Dalam Negeri, apabila berkeinginan maju dalam kontestasi Pilkada, dan sebagaimana telah disinggung sebelumnya, baik Akmal maupun Marbun selaku Pj Bupati PPU tidak ingin maju, sehingga mereka berdua harus fokus pada penuntasan masa jabatan tanpa menimbulkan polemiks berarti. Fokus untuk menjalankan roda pemerintahan di daerah dan terselenggarakannya Pilkada serentak dengan sukses.

Tidak maju dalam Pilkada identik dengan keberanian untuk bersikap netral kepada semua calon pasangan Kepala Daerah yang maju dalam kontestasi. Sikap netral yang paling elegan diantaranya adalah tidak memberikan penilaian yang bersifat apriori terhadap mantan/petahana Kepala Daerah periode sebelumnya, baik terhadap pencapaian prestasi kerja maupun kebijakan yang ditetapkan, karena kontekstual yang menjadi latar belakangnya berbeda, baik dari aspek aksentuasi waktu, pola pikir (referensi) maupun suasana kebatinan saat program pembangunan maupun kebijakan tersebut dicetuskan.

Adalah suatu sikap naif apabila memandang perspektif masa lalu dengan konteks kekinian, apalagi dilandasi dengan ketidaknetralan yang jelas bertentangan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 2023 tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati, dan Penjabat Walikota, yaitu merujuk pasal 15 ayat (2) huruf d, dimana Pj dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat (“Kepala Daerah”)sebelumnya, walaupun dalam ayat (3) larangan dimaksud dapat dikecualikan atas izin Menteri Dalam Negeri.

Akan tetapi apabila memaksakan diri menggunakan ayat (3) tersebut dan berlindung atas adanya izin yang diberikan oleh Menteri, maka langkah ini bukanlah hal yang bijak karena dapat dikonotasikan “ada kepentingan tertentu”. Terlebih lagi kepentingan yang mengarah pada pembentukan persepsi negatif dihadapan masyarakat selaku pemilih tetap rerhadap calon tertentu. Masyarakat Kalimantan Timur sudah cukup melek informasi, tidak bisa lagi dipertontankan perbagai retorika politik praktis yang sudah terang benderang arahnya.

Fokus pada sisa jabatan sebagai Pj Kepala Daerah seyogyanya tidak melontarkan banyak ide dan kebijakan yang pada akhirnya tidak dapat dilaksanakan, kecuali hanya sekedar formilitas menjalankan tugas sebagai Pj agar terkesan berbeda dengan Kepala Daerah definitif sebelumnya. Ide/kebijakan yang tertuang dalam DPA tahun berjalan yang tidak tuntas akan menjadi beban bagi Kepala Daerah terpilih, kecuali selaras dengan Rencana Pembangunan Daerah (RPD) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2024 – 2026; Atau relevansinya sejalan dengan pencapaian target pembangunan skala nasional, seperti penanganan stunting, kemiskinan ekstrim dan inflasi.

Keberhasilan Pj Kepala Daerah dalam mengemban tugasnya adalah menciptakan fondasi transisi pemerintahan yang dapat diterima dan dilanjutkan oleh Kepala Daerah terpilih, meskipun visi dan misi berbeda sesuai dengan janji politik-nya. Diharapkan pada Maret 2025 mendatang sudah ditetapkan Kepala Daerah definitif, sehingga APBD Tahun 2025 mulai proses pembahasan hingga penetapannya oleh DPRD masih diwarnai dengan kebijakan Pj Kepala Daerah saat ini. Sementara pertanggungjawabannya akan melekat pada Kepala Daerah definitif. Idealnya, pelaksanaan APBD harus happy ending bagi semua pihak terkait, tidak menyisakan masalah prinsip dikemudian hari. (//drs, Samarinda 21 Juli 2024).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *