Press ESC to close

BENARKAH MARBUN MAJU KONTESTASI PILBUP PPU : Bagaimana Peluangnya

Harian Umum Kaltim Post (24/7/2024) pada halaman depan menyajikan berita cukup menarik, yaitu mengutip pernyataan Pj Gubernur Kalimantan Timur (Akmal Malik) bahwa Makmur Marbun selaku PJ Bupati Paser Penajam Utara (PPU) akan maju pada Pilbup PPU  di bulan November 2024. Dalam 2 tulisan berturut-turut di https://dirusanandani.com sudah disinggung kemungkinan Marbun akan maju, karena ± 1 tahun kedepan akan segera memasuki purna tugas sebagai PNS (berusia 60 tahun), sehingga tidak ada masalah lagi terkait  karier-nya kedepan di Kementerian Dalam Negeri, dimana saat ini Marbun masih menjabat sebagai Direktur Produk Hukum Ditjen Otda, dan seharusnya per tanggal 17 Juli 2024 lalu sudah mengajukan surat pengunduran diri kepada Menteri; Kenyataannya, sampai saat ini belum diketahui secara pasti apakah surat tersebut sudah diajukan.

Kalau memang belum dilakukan, berarti masih ada kegamangan Marbun sendiri sebagai implikasi belum ada kejelasan Partai pengusung; Atau ini hanya stretegi Akmal Malik untuk memancing isu, dengan memblow up isu yang diharapkan dapat menimbulkan reaksi balik dari kalangan Partai Politik dan masyarakat. Dikalangan PNS yang sehari-harinya berinteraksi dengan Makmur Marbun, mereka-pun tidak mengetahui pasti hal ini, kecuali setelah membaca berita Kaltim Post disebutkan diatas.

Di Kabupaten PPU, jumlah kursi DPRD yang tersedia 25 kursi yang didominasi Partai Gerindra (4), Partai Demokrat (4), Partai Golkar (3), PDIP (3) dan PKS (3) dan sisa 8 kursi terbagi pada 6 partai lainnya. Ini berarti, untuk dapat maju Pilbup harus diusung oleh koalisi partai. Masalahnya, sampai saat ini belum ada partai yang secara terbuka memberikan dukungan kepada Marbun. Dalam sistem perpolitikan kita diketahui bersama bahwa biaya politik Pilkada tidak hanya dibutukahkan saat momen kampanye hingga pengawalan perhitungan suara, namun sejak proses pencalonan hingga pendaftaran sudah harus memiliki pendanaan yang cukup. Dan tidak ada korelasi pejabat pusat yang ditempatkan sebagai Pj Kepala Daerah memiliki previlege dalam hal pendanaan. Apalagi untuk maju Pilkada, pendanaan pribadi lebih menonjol dibandingkan donasi pihak lainnya.

Kebutuhan pendanaan sudah merupakan keharusan setelah terpenuhinya aspek elektabilitas, atau memiliki tingkat populeritas yang tinggi dikalangan masyarakat sebagai pemilih. Posisi Marbun masih tanda tanya besar, karena baru bercokol di PPU ± 10 bulan terakhir dan belum ada legacy yang dapat dibanggakan, paling tidak ada peningkatan APBD karena ditopang oleh PAD dan/atau peningkatan bantuan keuangan dari Pusat, yang memanfaatkan jalur koordinasi Marbun sebagai pejabat Pusat. Dikalangan birokrasi lebih mengenal mantan Bupati PPU sebelumnya (M. Hamdam), karena mampu menyelesaikan banyak masalah yang ditinggalkan Abdul Gafur Mas’ud.

Dari kalangan Partai Politik lebih fokus mengusung kader mereka sendiri, baik sebagai Kepala Daerah ataupun Wakil-nya, bergantung pada hasil kesepakatan antar partai karena tidak ada yang dapat maju sendiri, harus berkoalisi minimal 2 partai. Apabila berharap dari Partai Golkar dengan memanfaatkan Akmal Malik untuk melobi DPD, tampaknya tidak mungkin karena sudah ada Andi “Raha” Harahap sebagai tokoh senior Partai dan pernah menjabat Bupati PPU. Peluang cukup terbuka bagi Marbun hanya memposisikan diri sebagai Wakil sejak awal. Sekali lagi, peluangnya juga cukup kecil.

Seandainya berpasangan dengan Mudiyat Noor, dimana Marbun sebagai Wakil Bupati maka masih diperlukan upaya untuk menambah dukungan partai lainnya, karena saat ini baru Partai Nasdem yang telah memberikan dukungan resmi, dengan 2 kursi di DPRD Kabupaten PPU. Oleh karenanya dibutuhkan minimal 3 kursi lagi dari Partai lain. Hal ini bukan perkara mudah, mengingat setiap partai pasti akan mengusung calon pilihannya sendiri. Upaya Marbun mengintensifkan tampil di depan publik melalui pelaksanaan kegiatan pemerintahan, tidak otomatis meningkatkan elektabilitas-nya. Masyarakat PPU secara psikologis memiliki semangat primodialisme cukup tinggi, yaitu memilih pemimpin yang sudah mereka kenal dan menetap (“berdiam”) cukup lama di Penajam atau wilayah sekitarnya. Pengalaman selama ini telah membuktikan hal tersebut.

Tampaknya Makmur Marbun mengalami eforia selama menjabat Pj Bupati PPU dan ingin memperpanjang eforia-nya dengan berusaha menjadi Bupati (atau “Wakil Bupati”) definitif, dan harus siap merogoh tabungannya untuk membiayai semua urusan keikutsertaan dalam Pilbup. Dana yang telah keluar pasti tidak akan kembali apabila gagal. Kalau saya menjadi Marbun, lebih baik dana yang dimiliki disimpan sebagai tabungan masa depan, atau gunakan sebagai investasi dengan membeli vila dan/atau tanah yang luas di Hambalang  (Bogor), menjadi petani milenial dalam rangka turut serta mendukung program ketahanan pangan. (//drs, Samarinda 26/07/2024)

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *