Press ESC to close

JALUR INDIPENDEN : Mahyudin Mengikuti Jejak Isran – Hadi **)

O l e h :

Diddy Rusdiansyah A.D, SE, MM, M.Si

P e n g a n t a r

Cukup menarik headline news Koran Kaltim Post tanggal 9 April 2024, 1 hari sebelum Idul Fitri 1 Syawal 1445 H yang jatuh pada tanggal 10 April, judulnya cukup bombastis  “Isran – Mahyudin “Duel” Jalur Perseorangan”. Hal ini konsisten dengan pernyataan Mahyudin di Koran Samarinda Pos tanggal 3 April 2024 lalu, yaitu siap maju melalui jalur indipenden ataupun partai. Sementara itu, pada pemberitaa di Koran Kaltim Post tanggal 3 April 2024 disebutkan bahwa dirinya siap bergandengan dengan Rudy Mas’ud, Apabila pernyataan tersebut benar maka ketegasan sikap Mahyudin ada  kemungkinan kebuntuan lobi politik dengan Parpol; Atau perhitungan politiknya lebih realistis melalui jalur indipenden ketimbang jalur partai. Inilah yang perlu didalami; apa yang menjadi penyebabnya.

Jalur perseorangan atau lebih keren disebut jalur iindipenden sudah diatur  UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan PERPU No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, dimana bakal calon Kepala Daerah harus mendapatkan dukungan prosentasi tertentu dari jumlah penduduk, yang tersebar  lebih dari 50 % wilayah administratif pemerintahan di daerah tersebut, untuk pemilihan Gubernur wilayah administratif dimaksud adalah mencakup Kabupaten/Kota.

Koran Kaltim Post terbitan tanggal 4 April 2024 lalu memuat headline news berjudul “Isran – Hadi Berpotensi Maju Jalur Indipenden”, dimana menurut pandangan akademisi UNMUL, Budiman Chosiah, peluangnya cukup terbuka karena sudah ada indikasi telah  menghimpun dukungan melalui upaya pengumpulan KTP. Tentunya KTP dimaksud berdasarkan jumlah penduduk yang memiliki hak pilih (berusia > 17 tahun); atau berdasarkan jumlah penduduk yang masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) atas pelaksanaan Pemilu Presden/ Legaslatif/DPD tanggal 14 – 15 Pebruari 2024. Kedua sumber data penduduk tadi beimplikasi terhadap perbedaan jumlah minimal KTP (atau surat keterangan domisili) yang harus dikumpulkan. Idealnya berkisar ± 250.000 orang (“jiwa”), meskipun merujuk pada DPT adalah minimal 236.015 orang (baca tulisan di website https://dirusanandani.com berjudul Jalur Indipenden : Peluang Maju Pilkada Tanpa Dukungan Parpol).

 

Jalur Indipenden : Pilihan Realistis Atau Tidak

Untuk menjawab pertanyaan diatas maka perhatian difokuskan terlebih dahulu pada  jadual Pilkada yang telah dirilis KPU, dimana  diketahui bahwa pengumuman persyaratan dukungan pasangan calon perseorangan adalah tanggal 5 Mei s/d 19 Agustus 2024, sehingga masih tersedia waktu ± 4 bulan 4 hari (terhitung sejak tanggal 9 April 2024), Mahyudin dan Tim-nya sesuai ketentuan pasal 41 ayat (3) UU No 10 Tahun 2016, harus mengumpulkan Surat Dukungan yang dilampiri fotocopy KTP (atau surat keterangan yang diterbitkan Dinas Dukcapil setempat) dengan jumlah tersebut diatas, yang tersebar lebih dari 5 Kabupaten/Kota di Provinsi Kaltim

Namun harus diingat bahwa dalam proses verifikasi terhadap kelengkapan persyaratan dukungan tidak diperkenankan adanya duplikasi data yang diajukan pasangan jalur indipenden lainnya, sehingga pihak yang lebih dulu mengajukan pendaftaran akan mendapat kesempatan pertam verifikasi. Disinilah letak keuntungannya, data hasil verifikasi menjadi rujukan untuk verifikasi terhadap kelengkapan persyaratan pasangan jalur indipenden lainnya, hal ini sesuai pasal 41 ayat (4) UU yang sama, yang tegas menyebutkan bahwa dukungan hanya diberikan kepada 1 pasangan calon perseorangan.

Permasalahan akan muncul, apabila Tim Verifikator KPU melakukan kunjungan lapangan (on the spot) untuk pembuktian faktual secara langsung. Manipulasi data dukungan mudah dibuktikan, sehingga pengumpulan persyaratan dukungan sebaiknya lebih dari jumlah minimal yang diminta, agar apabila ada yang dianulir sudah tersedia cadangan penggantinya;  Dan harus berlandaskan kejujuran dalam proses pengumpulannya. Pasangan Isran – Hadi sudah lebih awal mendahului langkah persiapan melalui jalur indipenden ini dibandingkan Mahyudin, sehingga perlu kerja keras dengan sisa waktu yang ada.

Perubahan sikap Mahyudin dengan memastikan penggunaan jalur indipenden sebagai kendaraan politik untuk maju Pilkada di November 2024, tentunya tidak terlepas dari banyak aspek pertimbangan. Pertama, berhubungan dengan aspek finansial untuk biaya politik, karena keikutsertaan Mahyudin dalam kontestasi Pemilu Pebruari 2024 lalu dapat dipastikan mengeluarkan dana cukup besar, namun tidak sukses mendulang suara pemilih. Biaya politik maju Pilkada lebih besar lagi dan ditangung sepenuhnya oleh pasangan peserta Pilkada, sehingga Mahyddin perlu berhitung cermat sebelum menentukan pilihan jalur indipenden atau jalur partai sebagai kendaraan politik.

Aspek kedua, apabila pilihannya menggunakan jalur partai, maka kekuatan finansial akan menentukan posisi; apakah sebagai Gubernur atau Wakil Gubernur. Partai politik yang memiliki paling 20 % atau lebih kursi di DPRD atau mendekati angka tersebut mempunyai posisi tawar untuk mengusung calon dalam posisi Gubernur, atau posisi Wakil Gubernur, namun harus ada kesepakatan biaya politik yang harus ditanggung bersama sebelum diterbitkannya rekomendasi DPP Parpol bersangkutan (atau sebutan lainnya). Apabila angka 20 % tersebut merupakan gabungan partai maka harus dipastikan mendapat rekomendasi masing-masing DPP Parpol, sehingga cukup menyita waktu dan biaya untuk mendapatkan rekomendasi sebagai persyaratan untuk maju Pilkada sebagaimana diatur pasal 42 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2016.

Pertanyaannya; Apakah ada jaminan melalui Parpol atau gabungan Parpol, pasangan  peserta dapat memenangi Pilkada; jawabannya belum tentu. Inilah aspek ketiga yang perlu dipertimbangkan, karena kemenangan ditentukan oleh individu pasangan peserta Pilkada bersangkutan yang didukung Tim Pemenangan, termasuk dalam hal pembiayaannya.

Ketiga aspek tadi disinyalemen menjadi latar belakang perubahan sikap Mahyudin untuk memilih jalur indipenden, mengingat relatif lebih realistis, tidak disibukan urusan lobi-lobi politik dengan Parpol pengusung, tidak perlu mengeluarkan biaya politik yang tidak selalu berkorelasi dengan upaya pemenangan Pilkada, serta tidak ada perasaan harap-harap cemas terhadap kepastian mendapatkan rekomendasi Parpol.

Permasalahannya adalah terletak pada upaya persiapan dan pelaksanaan penghimpunan dukungan. Biayanya lebih murah dan terukur, asalkan sudah dilakukan jauh-jauh hari. Disinilah letak kepiawaian Isran – Hadi, sudah mengantisipasi ketiga aspek tersebut, tidak mau berkutat pada lobi-lobi politik berkepanjangan, meskipun lobi dimaksud tetap dilakukan hingga saat ini, akan tetapi posisi tawarnya menjadi lebih berimbang,

 

Implikasi Jalur Indipenden : Kredibilitas Peran Parpol

Munculnya 2 pasangan bakal calon Gubernur – Wakil Gubernur Kaltim yang akan maju melalui  jalur indipenden, bukan merupakan persaingan terbuka  (duel) antar pasangan yang menggunakan jalur yang sama, namun dari sisi Parpol merupakan penurunan legitimasi peran Parpol, tidak hanya menyangkut adanya alternatif pilihan kendaraan politik untuk dapmaju Pilkada, namun yang lebih penting lagi adalah nilai kepercayaan (trust) yang mulai tergerus. Apalagi kapasitas individu yang memilih jalur indipenden merupakan tokoh penting di daerah, baik dari segi populeritas, kekuatan finansial (“isitas”) dan hasil kerja yang terbukti kesuksesannya, maka kondisi demikian tidak dapat disepelekan karena menyangkut masalah kredibitas partai dihadapan masyarakat luas. Berbeda halnya dengan pasangan Rita Widyasari saat maju Pilkada Bupati di Kabupaten Kutai Kartanegara, ataupun pasangan Neni Moeniaeni yang maju Pilkada Walikota di Bontang pada tahun 2013 lalu, dimana keduanya merupakan kader Partai Golkar, namun memilih jalur indipenden karena adanya dualisme kepengurusan DPP Partai Golkar, yaitu antara Abu Rizal Bakri dan Agung Laksono. Mereka berdua tetap loyal dengan partai-nya.

Masyarakat memiliki sikap kritis dan tidak mudah dikelabui dengan bahasa-bahasa klise, sebagai implikasi banyaknya media yang dapat menjadi sumber informasi real time terhadap pelbagai manuver politik, baik dilakukan oleh partai maupun kader-nya secara individual. Untuk mensikapi masalah ini maka dalam jangka panjang Parpol harus melakukan pembinaan terhadap kader internalnya, yang dipersiapkan untuk menjadi Kepala Daerah. Sementara dalam jangka pendek harus mampu menipis persepsi masyarakat bahwa partai lebih mengedapankan kader partai lain atau non anggota partai, karena memiliki kekuatan finansial. Oleh karenanya, wajar apabila Koran Samarinda Pos terbit tanggal 5 April 2024, berdasarkan rangkuman hasil Diskusi Publik, mengingatkan para calon Pemimpin Kaltim kedepan dalam turut serta pada kontestasi Pilkada 2024 lebih menonjolkan adu gagasan, bukan adu finansial.

Adanya pasangan yang memilih jalur indipenden tidak menjadikan Parpol apriori terhadap pasangan tersebut, tapi sebaliknya melakukan introspeksi internal. Disamping tidak merasa gengsi untuk memberikan dukungan politik kepada pasangan jalur indipenden yang telah memenuhi persyaratan maju Pilkada, karena kesamaan platform politik.

Piiihan jalur indipenden oleh pasangan Isran – Hadi serta Mahyudin akan memunculkan presenden politik kedepannya, yaitu akan dijadikan bencmark bagi tokoh-tokoh politik di daerah untuk mengikutinya, mengingat jumlah penduduk Kaltim per akhir Desember 2023 mencapai 4.007.736 jiwa (DKP3A Provinsi Kaltim) dan ada kecenderungan terus bertambah, sehingga dengan dukungan minimal penduduk sebanyak 8,5 %, berpeluang akan ada 2 pasangan dapat memilih jalur indipenden.  Apabila jalur ini sukses tampil  sebagai pemenang Pilkada 2024, maka kredibilitas Parpol akan terdegradasi dengan sendirinya.

Meskipun Pilkada dan Pemilu Legeslatif adalah 2 hal yang terpisah, dimana Parpol sukses mendapatkan kursi di legeslatif Dearah/Pusat, namun gagal memenangkan calon yang diusungnya sebagai Kepala Daerah. Idealnya, Parpol yang memiliki kursi cukup banyak di legeslatif memiliki peluang sukses Pilkada dengan memanfaatkan mesin-mesin politikya yang telah terstruktur secara keorganisasian hingga ke pelosok, yaitu adanya pengurus anak cabang/ranting (atau sebutan lainnya) di Kecamatan.

Oleh karenanya, kebanggaan telah mendapatkan kursi legeslatif dan menganggap hal biasa gagal mengusung calonnya di Pilkada, maka persepsi demikian adalah salah karena terkait dengan kredibilitas Parpol sebagai pertaruhannya, yang pada akhirnya akan bermura pada kepercayaan dan nama baik Porpol dihadapan masyarakat pemilih. Masalah ini tidak dapat dibiarkan, nantinya akan berimplikasi terhadap sikap apatis terhadap peran Parpol, yang sesunguhnya diharapkan dapat menjadi penyalur aspirasi masyarakat, bukan menjadi  penyalur aspirasi pihak-pihak yang berkuasa.

Partai Politik secara terbuka memberikan kesempatan bagi para kadernya yang potensial untuk maju Pilkada di Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Kaltim, termasuk pihak perseorangan lainnya yang tidak berasal dari kalangan Parpol manapun, dengan membuka desk khusus pendaftaran, beberapa DPD Parpol sudah melakukan upaya ini. Diharapkan keberadaan desk dimaksud tidak bersifat simbolis, yang pada akhirnya tetap mengusung calon yang didukung finansial cukup besar, tapi minim gagasan visioner. Bahkan yang lebih parah lagi adalah platform politik-nya tidak selaras dengan apa yang didengungkan partai itu sendiri.

Calon peserta Pilkada yang cerdas sejak awal sudah melakukan antisipasi terhadap ke-3 aspek yang telah disinggung sebelumnya, dan dengan merujuk persyaratan  dukungan minimal  berkesar 8,5 % maka terbuka peluang memunculkan 2 pasangan yang dapat memanfaatkan jalur indipenden. Artinya, investasi politik sudah dapat dilakukan 2 tahun sebelumnya atau bahkan lebih dari itu, dengan memanfaatkan media siber/cetak, serta momen-momen tertentu dapat dijadikan ajang aktualisasi.

 

Media Sebagai Alat Kampanye

Ada pihak yang merasa diuntungkan dengan keberadaan media, sehingga memanfaatkannya dengan baik, bahkan membentuk Tim Kecil untuk mengelola media-nya, terutama dengan membangun website interaktif yang dikombinasikan dengan Instagram. Sementara ada pihak lainnya yang merasa tidak ada manfaatnya, sehingga lebih memilih interaksi face to face. Faktanya, penggunaan media berbasis TIK adalah lebih murah dan jangkaunnya lebih luas. Apalagi dikaitkan dengan kondisi saat ini, penduduk sudah menjadikan handphone bagian dari kehidupan sehari-hari.

Peluang ini dapat dimanfaatkan sebagai kampanye “aktulisasi diri”, dengan melontarkan gagasan brilian {“visioner”), dikemas penyampaiannya bergaya anak-anak muda zaman now yang memiliki pemahaman IT relatif lebih baik. Biaya pemanfaatan media relatif murah dan banyak SDM TIK dapat dipekerjakan sebagai pengelola media.

Sebelumnya, sebagai pejabat politik Isran Noor kurang aktif mengoptimalkan peran komunikasi publik melalui media. Berbeda dengan kondisi saat ini terdapat adanya perubahan signifikan, dimana komunikasi publik Isran Noor sudah familiar dikalangan generasi muda milenial, diimbangi oleh Hadi Mulyadi yang sejak awal cukup memahami peran media. Gagasan yang disampaikan jelas, ringkas dan mudah dipahami arahnya, yaitu menuju Kaltim Berdaulat Jilid 2. Teknik penayangan gagasan merupakan kombinasi audio – visual dengan  memanfaatkan media sosial you tube, cukup digemari pula oleh orang dewasa (“tua”).

Implikasi dari keberanian Isran – Hadi memutuskan jalur indipenden dan memperhitungkan konsekwensinya, memberikan keuntungan tersendiri sebagaimana dapat kita lihat bersama, yaitu sudah dapat melakukan kampanye, atau bahasa santunnya sosialisasi. Berbeda dengan pasangan yang mengandalkan jalur partai, masih berkutat pada tawar menawar politik, banyak waktu terbuang sia-sia karenanya.

Ternyata pasangan Isran – Hadi, tidak hanya populer, memiliki finasial, jelas visi kedepannya adalah melanjutkan Berani Untuk Kaltim Berdaulat. Ternyata cerdas pula dalam membaca situasi dan memanfaatkannya dengan piawai. Selain itu, mereka ber-2 berani keluar dominasi partai. Semoga Mahyudin dapat mengikuti jejak Isran – Hadi, kita tunggu !!.

 

 

**) Tulisan ini masih ada kaitannya dengan tulisan sebelumnya yang menyinggung jalur perseorangan untuk maju dalam kontestasi Pilkada pada November 2024 mendatang. Ada kemungkinan akan berlanjut dengan mengikuti dinamika politik yang terus berkembang di Kaltim.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *