
Beberapa waktu sebelumnya melalui pemberitaan lini massa disampaikan info penting oleh Kepala Otorita IKN (Basuki Hadimulyono) bahwa fase ke-2 pembangunan IKN akan berlangsung pada tahun 2025 – 2028 dengan pembiayaan APBN sebesar Rp 48,8 T. Info ini secara tidak langsung menempis anggapan banyak pihak yang mempertanyakan keberlanjutan pembangunan IKN setelah Joko Widodo lengser sebagai Presiden, dan mengutip info Basuki tersebut ada pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang menegaskan IKN sebagai Ibu Kota Politik, sehingga ini nerupakan komitmen resmi Pemerintah bahwa pembangunan IKN tetap diianjutkan secara bertahap sesuai kemampuan Keuangan Negara (APBN).
Pernyataan Presiden Prabowo tersebut sekilas bukan hal mendasar karena sesuai UU No. 3 Tahun 2022 tentang IKN, khususnya pasal 5 ayat (1) menegaskan keberadaan IKN sebagai pusat pemerintahan NKRI, sehingga perannya lebih luas dari sekedar Ibu Kota Politik. Namun dibalik pernyataan tadi ada 3 (tiga) makna tersirat lainnya yang dapat diinterprestasikan mengapa pernyataan IKN sebagai Ibu Kota Politik harus dicetuskan. Disinilah kecerdesan pola pikir Presiden Probowo dibuktikan, yaitu belajar dari pengalaman atas pelbagai langkah yang sebelumnya telah diambil oleh Presiden Joko Widodo.
Kita masih ingat bahwa pembangunan IKN hanya 20 % saja didanai APBN dari keseluruhan dana yang diperlukan, selebihnya diharapkan berasal dari partisipasi kalangan swasta (investor), baik investor dalam negeri (nasional) maupun luar negeri (asing) melalui investasi langsung di sektor riil terutama sektor properti. Hal ini yang diperjuangkan oleh Presiden Joko Widodo menjelang 3 tahun sebelum berakhir periode ke-2 masa jabatannya. Namun investasi dimaksud belum terwujud sepenuhnya, sehingga pembiayaan APBN tetap diperlukan dalam rangka membangun infrastruktur pemerintahan maupun infrastruktur penunjang lainnya bagi kepentingan umum (layanan publik), dimana kalangan swasta tidak akan mau berinvestasi di sektor ini.
Presiden Prabowo Subianto sadar sepenuhnya mengenai hal ini dan tidak mau berpolemik berkepanjangan melibatkan investor swasta dalam pembangunan IKN, sehingga menjadikan IKN sebagai Ibu Kota Politik mengisyaratkan kebijakan Pemerintah kedepannya adalah tetap menggelontarkan pendanaan APBN dalam membangun IKN.
Makna lainnya adalah Pemerintah harus merubah strategi dalam mengundang investor kelembagaan dari kalangan swasta nasional maupun asing, dengan cara melengkapi terlebih dahulu pelbagai infrastruktur dasar, layanan publik serta pemerintahan berupa gedung perkantoran dan fasiltas prnunjangnya seperti fasilitas perumahan. Infrastruktur dimaksud merupakan persyaratan yang diperlukan untuk mulai beroperasinya kegiatan pemerintahan dan perpindahan secara bertahap para ASN, TNI dan Polri.
Adanya kegiatan pemerintahan inilah yang nantinya akan mendorong tumbunhya pelbagai sektor lainnya tanpa Pemerntah harus mengeluarkan pendanaan, dimana peran Pemerintah melalui Otorita IKN hanya perlu mengatur regulasinya saja terutama pengaturan tata ruang kawasan. memberikan kemudahan layanan perizinan maupun pemberian insentif fiskal/non fiskal. Investasi kalangan swasta akan meningkat dengan sendirinya sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk dan intensitas pelaksanaan kegiatan pemerintahan sudah berjalan efektif.
Oleh karena itulah makna berikutnya dari IKN sebagai Ibu Kota Politik adalah memastikan perpindahan kegiatan pemerintahan melalui perpindahan para ASN Kementrian/ lembaga lainnya non Kementrian (K/L) beserta TNI dan Polri harus segera dilakukan mulai tahun 2028 mendatang, tanpa harus ada penundaan lagi karena alasan teknis yang sebelumnya menjadi pemicu. Implikasi dari hal ini mengharuskan adanya ketegasan Pemerintah bahwa IKN tidak hanya ditempati oleh lembagapemerintahan (eksekutif) berupa K/L. Sementara pemegang kekuasaan legeslatif khususnya DPR tetap berada di Jakarta. Tentunya ini akan berdampak terhadap intensitas kegiatan koordinasi antar lembaga eksekutif dengan legeslatif tidak optimal dan berpeluang menimbulkan pemborosan biaya.
Pada masa pemerntahan Joko Widodo masalah ini belum terselesaikan, sehingga kawasan Senayan (Jakarta) tetap menjadi sentra legeslasi nasional. Sementara dalam banyak kasus perpindahan ibu kota negara di negara lainnya, seperti Australia menjadikan Canberra sebagai pusat pemerintahan dengan tetap mengedepankan penyatuan ke-3 unsur Trias Politica, yaitu eksekutif, legeslatif dan yudikatif.
Pernyataan tegas Presiden Prabowo merupakan keberanian politik, yaitu berani memastikan Senayan harus pindah pula bersama dengan pindahnya Presiden dan Wakil Presiden beserta para Menteri dan jajaran K/L ke Sapaku (inti Pusat Pemerintahan di kawasan IKN). Konsekwensinya, Pemerintah harus memastikan penyediaan dana APBN tahun berjalan untuk membangun infrastruktur yang diperlukan, sehingga dalam 3 tahun ini diawali pada tahun 2025 hingga tahun 2028 mendatang sudah harus tuntas pembangunan infrastruktur tersebut, sehingga tidak ada alasan lagi untuk menolak pindah.
Sementara lembaga pemegang kekuasaan yudikatif yang tidak bisa dintervensi oleh Pemerintah masih dapat ditolerir untuk pindah bertahap, namun tuntasnya perpindahan lembaga eksekutif dan legeslatif maka lembaga yudikatif harus sudah eksis di IKN (//drs, Jakarta 29/01/2025).
Leave a Reply