Press ESC to close

MENATA PARKIR ATAU MENINGKATKAN PAD : Dilema Kota Samarinda

Sudah merupakan implikasi bagi masyarakat urban bahwa perkembangan kota yang cukup pesat akan berdampak terhadap kebutuhan lahan parkir kendaraan, karena bertambahhnya jumlah kendaraan, dan faktanya bahwa ketidakberesan masalah perparkiran akan berimbas pada kemacetan lalu lintas. Kondisi inilah yang terjadi di Kota Samarinda, dimana kantong kemacetan lalu lintas sudah mulai dirasakan terutama pada jam kerja kantor. Bahkan ruas jalan tertentu sudah merupakan kemacetan relatif permanen, tidak hanya terjadi pada jam kerja maupun jam masuk sekolah.

Pertambahan kendaraan sebagai obyek pungutan parkir seharusnya meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), namun pada kenyataannya peningkatan tersebut tidak terjadi secara signifikan; Atau realisasi penerimaan perparkiran tidak menggambarkan potensi sebenarnya, sehingga ada potensi yang hilang sebagai akibat dari kelemahan sistem pengelolaannya

Pertanyaannya; apakah pembenahan sistem pengelolaan parkir lebih mengedepankan penataannya terlebih dahulu agar potensinya dapat ditentukan secara pasti; Atau mengedepankan intensitas pemungutannya, tanpa mendahulukan pengukuran potensinya. Artinya, lebih memetingkan jumlah absolut realisasi penerimaan PAD dari Retribusi Parkir, dimana indikasi keberhasilannya dilihat dari realisasi penerimaan mendekati atau bahkan lebih besar dari target yang ditetapkan. Dengan cara inkremental seperti ini maka realisasi penerimaan belum tentu menggambarkan potensi sebenarnya.

Langkah Simultan : Sebagai Jawabannya

Sikap geram Walikota Samarinda (Andi Harun) yang viral di medsos pada minggu lalu, saat melakukan sidak terkait semrawutnya pengelolaan parkir, dimana teguran keras Andi Harun kepada Kepala Dinas Perhubungan beserta jajarannya adalah bukti Pemerintah Kota khususnya Dinas bersangkutan tidak mengetahui berapa potensi sebenarnya, disamping sistem pengelolaannya tidak optimal. Petugas parkir resmi/tidak resmi berpeluang mendapatkan penerimaan relatif besar, sementara yang disetorkan relatif rendah, dan yang lebih parah lagi adalah Koordinator Lapangan dengan bebasnya menentukan juru parkir.

Kebocoran terjadi sebagai konsekuensi dari ketidakjelasan potensi pendapatan dari Retribusi Parkir, sehingga berakibat terhadap penetapan target yang tidak  terukur. Oleh karenanya juru parkir bekerja hanya sebatas pencapaian target anggaran (“APBD”) tahun berjalan, selebihnya merupakan hak bagi bersangkutan sebagai upah kerja. Walaupun dari sisi positifnya pihak  Pemerintah Kota  menciptakan lapangan kerja di sektor non formal (“mengurangi pengagguran”), namun penerimaan PAD dari komponen Retribusi Daerah tidak optimal.

Pendapatan yang hilang tersebut menjadi cukup besar karena dari satu sampel kantong parkir cukup besar selisih antara hasil penerimaan yang didapatkan juru pakrkir dengan dana yang disetorkan ke Kas Daerah di Bank yang ditunjuk. Sementara diketahui bahwa kantong (area) parkir jumlahnya relatif banyak, sehingga secara akumulatif jumlah pendapatan  yang hilang (“bocor”) menjadi cukup besar, maka tidak mengherankan Andi Harun menjadi geram.

Fakta demikian harus dicarikan win-win solution, dengan cara mengukur potensi pendapatan dari setiap kantong (area) parkir yang telah ditetapkan; Dan secara bersamaan menata ulang pengelolaan parkir. Terkait dengan pengukuran potensi harus menseimbangkan kapasitas dan ketersedian fasilitas di setiap area perparkiran. Disamping dimensi waktunya minimal 5 tahun kedepan, dimana tolok ukurnya tidak difokuskan pada perkembangan jumlah obyek pungutan parkir (“kendaraan”), namun harus didasarkan atas perluasan kapasitas dan kelengkapan fasilitas di area parkir yang disediakan Pemerintah Kota.

Sedangkan pengelolaan parkir lebih difokuskan pada pengaturan ulang terhadap SOP dilapangan, dimana peran dan prosedur kerja para Koordinator dan juru parkir dilakukan pembenahan, termasuk pengaturan jam kerja dan jumlah Koordinator/juru parkir harus berimbang dengan kapasitas area-nya. Penerapan sanksi sepatutnya perlu dilakukan apabila tidK tercapai target yang telah ditetapkan, sehingga pengawasan berjenjang terutama di lapangan sudah merupakan suatu keharusan.

Peningkatan Pembiayaan Pembangunan : Sebuah Obsesi

Sejalan dengan rencana pembangunan 5 tahun kedepan yang nantinya akan dilaksanakan oleh Andi Harun selaku Walikota terpilih maka untuk mendukung pembiayaan pembangunan daerah diperlukan optimalisasi pelbagai sumber pendapatan diantaranya PAD. Apalagi PAD merupakan salah satu indikator dari pencapaian otonomi daerah.

Langkah sidak yang dilakukan Andi Harun dengan mengambil salah satu sampel kantong parkir tidak menutup kemungkinan sebelumnya telah menerima informasi adanya kebocoran pendapatan yang akumulasinya cukup besar; Dan ada kemungkinan pula sumber PAD potensial lainnya akan dilakukan hal yang sama sebagai konsekuensi untuk meningkatkan pembiayaan pembangunan.

Pertanyaannya; kenapa harus dilakukan oleh Andi Harun hal ini, dimana jawabannya tidak sekedar normatif saja, yaitu untuk mewujudkan janji-janji politik saat kampanye Pilkada. Namun lebih dari itu, yaitu sebagai obsesi pribadi untuk mewujudkan legitimasi (“legacy”) atas pencapaian keberhasilan pembangunan selama periode kepemimpinannya (2025 – 2030). Keberhasilan tersebut menjadi modal politik untuk maju pada Pemelihan Gubernur – Wakil Gubernur berikutnya di tahun 2030.

Percaturan politik mulai terasa menjelang tahun 2028 mendatang, semua Kepala Daerah akan berlomba memproklamirkan keberhasilannya dalam mendorong akselerasi pembangunan di daerah-nya masing-masing. Beban pembangunan Kota Samarinda dihimpit oleh 2 kepentingan, yautu menjadikan Kota Samarinda yang representatif sebagai Ibu Kota Provinsi Kalimantan Timur, dan disisi lainnya berperan sebagai mitra IKN. Oleh karena itulah Andi Harun harus piawai memanfaatkan pelbagai potensi yang dimiliki untuk membangun Kota Samarinda.

Implikasinya tentu akan berdampak terhadap APBD Kota Samarinda; Pertama, Andi Harun berupaya untuk meningkatkan Pendapatan, tidak hanya bersumber dari PAD saja  namun termasuk pola mendorong peningkatan penerimaan Bagi Hasil dan Bantuan Keuangan dari Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur. Intensifikasi terhadap PAD yang potensial tampaknya akan menjadi fokus, dimana Bapenda (d/h. Dipenda) dan Dinas/Badan/Unit Kerja Penghasil lainnya dikenakan target pendapatan  yang terus meningkat setiap tahunnya. Kedua,secara bersamaan Andi Harun akan melakukan upaya peningkatan Belanja Pembangunan (Belanja Modal), sehingga Belanja Pegawai dan Belanja Barang/Jasa akan mendapatkan alokasi yang disesuaikan guna memenuhi standar pelayanan minimal (SPM).

Dari kedua upaya diatas maka tidak kalah pentingnya adalah melakukan upaya penghematan penggunaan anggaran Belanja dan berusaha agar realisasi pendatan melampaui target-nya, sehingga dapat terbentuk Sisa Lebih Anggaran yang nantinya dapat dipergunakan untuk menambah Belanja Modal pada tahun anggaran mendatang (//drs, Samarinda, 20/01/2025).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *