Mendekati penyelenggaraan Pilkada pada November 2024 mendatang, sudah merupakn kelaziman akan muncul isu “putra daerah”, guna mempengaruhi masyarakat pemilik suara sah untuk menentukan pilihannya. Demikian pula halnya dengan Pemilihan Gubernur Kalimantan Timur yang hanya ada 2 pasangan sebagai pesertanya, yaitu Isran Noor – Hadi Mulyadi dan Rudy Mas’ud – Seno Adji, mereka akan saling berhadapan face to face dan peluang terjadinya satu putaran pemelihan cukup besar.
Pasangan Isran Noor – Hadi Mulyadi hanya diusung koalisi 2 Parpol, yaitu Partai Demokrat dengan 2 kursi di DPRD Provinsi, dan PDIP dengan jumlah kursi di DPRD sebanyak 9 kursi. Tentunya sudah memenuhi syarat electoral tracehold minimal 20 % dari jumlah total kursi DPRD (55 kursi), sesuai UU No. 6 Tahun 2020 tentang PERPU No. 2 Tahun 2020 tentang Perubahan Ketiga Atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan PERPU No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi UU, sebelum terbitnya hasil yudicial reviu Mahkamah Konstitusi (MK) sesuai Keputusan MK No. 60/PUU-XXII/2024.
Berbeda dengan pasangan Rudy Mas’ud – Seno Adji yang didukung koalisi gemuk 12 Parpol dengan memiliki 44 kursi di DPRD Provinsi Kalimantan Timur, tetapi lupa bahwa figur pasangan calon Gubernur – Wakil Gubernur lebih penting dibandingkan banyaknya dukungan Parpol pengusung. Atau dengan kata lainnya, Parpol yang mendapatkan kursi di DPRD pada saat Pemilu Legeslatif adalah implikasi dari upaya individu (calon anggota) bersangkutan, dan para pemilih menentukan pilihannya hanya kepada individu, bukan memilih Parpol secara langsung. Oleh karenanya, belum ada pembuktian kualitatif bahwa akumulasi suara sah yang didapatkan Parpol dapat dijadikan indikasi yang dapat diarahkan dalam menentukan pilihan calon pasangan Kepala Daerah yang diusung Parpol bersangkutan.
Jumlah pemilih sementara (DCS) untuk Pemilihan Gubernur Tahun 2024 diperkirakan mencapai 2.821.413 orang (KPU Prov. Kaltim, 2024), dimana berdasarkan latar belakang suku (Badan Kesbangpol & Linma Prov. Kaltis, 2024) diketahui bahwa di Kalimantan Timur terdapat 5 suku yang cukup dominan keberadaannya, yaitu suku Jawa (30,24 %), suku Bugis termasuk didalamnya Makassar dan Mandar (20,81 %), auku Banjar (12,45 %), suku Dayak (9,94 %) dan suku Kutai (7,80 %). Oleh karenanya secara akumulatif mencapai jumlah 81,24 %, sedangkan sisanya (18,76 %) merupakan akumulasi dari suku-suku lainnya, seperti suku Toraja, Paser, Sunda, Madura dan Buton.
Apabila diasumsikan bahwa jumlah penduduk di Kalimantan Timur komposisinya berlatar belakang suku diutarakan sebelumnya maka ke-5 suku tersebut diprediksi akan mendominasi jumlah pemilih tetap (DPT), sehingga para calon pasangan Kepala Daerah khususnya calon pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur akan menggunakan pendekatan promodial kesukuanuntuk menarik perhatian pemilih, namun hal ini tidak menjadi jaminan untuk mendulang keberhasilan.
Pendekatan primodial lainnya dengan mengatasnamakan putra daerah yang saat ini mulai merebak. Pemahamannya harus dibedakan dengan “putra asli daerah”, dimana pada dasarnya identik dengan penduduk berlatar belakang suku asli daerah. Di Kalimantan Timur suku asli-nya adalah Kutai, Dayak, Paser dan Berau, dimana jumlahnya relatif kecil sebagai konsekwensi dari besarnya migrasi penduduk dari daerah lain.
Sementara pemahaman putra daerah secara harfiah adalah penduduk yang lahir dan/atau dibesarkan di daerah bersangkutan serta memiliki komitmen kuat untuk membangunnya, tanpa memandang latar belakang kesukuan. Para pendatang (imigran) yang memiliki komitmen untuk membangun daerah dengan latar belakang ingin mendapatkan peluang ekonomi atau motif mencari pekerjaan lebih baik di daerah bersangkutan pada awalnya, maka tidak otomatis dikatakan sebagai putra daerah meskipun memiliki dokumen kependudukan sah (KTP). Sebaliknya, penduduk pendatang yang lahir (memiliki akte kelahiran) dan kembali menetap di daerah tersebut, masih masuk dalam pemahaman putra daerah.
Merujuk pemahaman diatas maka pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur, yaitu Isran Noor – Hadi Mulyadi, sangat kuat trah putra daerah-nya, sehingga tidak ada salahnya Tim Sukses Isran – Hadi menggaungkan isu ini, karena disisi lainnya, yaitu pasangan Rudy Mas’ud – Seno Adji masih dipertanyakan eksistensinya sebagai putra daerah. Kehadiran mereka berdua baru mencuat 5 tahun terakhir, berkiprah sebagai politisi dan anggota legeslatif.
Populeritas Isran – Hadi tidak ditentukan oleh posisinya sebagai putra daerah, akan tetapi lebih ditentukan oleh posisinya sebagai petahana, yaitu menjabat Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2018 – 2023, dan telah mengukir banyak prestasi kerja. Sementara pasangan Rudy Mas’ud – Seno Adji belum terukur secara pasti, karena dalam status sebagai anggota legeslatif, prestasi dimaksud merupakan hasil kerja kolektif dan tidak dapat diklaim secara sepihak.
Oleh karena itulah, Tim Sukses Isran – Hadi tidak perlu menonjolkan ius kampanye putra daerah, fokus pada prestasi kerja yang telah dicapai selama periode pertama menjabat. Masyarakat Kalimantan Timur tidak akan jengah lagi terhadap koalisi gemuk sebagai pendukung, namun lebih
melihat POPULERITAS calon pasangan Kepala Daerah berdasarkan pada prestasi dan pengalaman kerja, disamping dukungan pembiayaan politik (“ISITAS”) yang mencukupi untuk menggerakkan mesin politik.
Pengalaman Pilkada sebelumnya sudah membuktikan bahwa banyaknya anggota koalisi Parpol yang mengusung pasangan Kepala Daerah tertentu bukan menjadi indikator keberhasiil untuk tampil sebagai pemenang pemilihan. Pada akhirnya faktor kemenangan dimaksud lebih ditentukan oleh faktor pupuleritas yang terukur, dukungan keuangan internal, kekompakananggota Tim Sukses dengan pilihan strategi yang tepat serta program kerja yang ditawarkan dapat menjawab tantangan kedepan yang diharapkan masyarakat. Berarti tidak ada gunanya dukungan dari banyak Parpol apabila hanya sekedar menjadi kendaraan politik semata untuk bisa turut serta dalam kontestasi Pilkada.
Terbitnya Keputusan MK diutarakan sebelumnya merupakan tindakan cerdas yang tentunya akan berdampak terhadap strategi Parpol dalam mengusung calon pasangan Kepala Daerah pada Pilkada mendatang. Demikian pula akan terbitnya Peraturan KPU terkait percepatan penyelenggaraan Pilkada ulang di tahun 2025 mendatang, apabila kotak kosong hasilnya lebih besar maka ini tentunya akan menjadi wanti-wanti bagi Parpol untuk tidak membentuk koalisi gemuk lagi, kalau hanys sekedar untuk bisa tampil sebagai pemenang, karena masyarakat memiliki persepsi sendiri terhadap calon ideal pasangan Kepala Daerah. Tampilnya kotak kosong sebagai pemenang merupakan manifestasi dari protes masyarakat yang aspirasinya dikebiri oleh Parpol mengatasnamakan kesepakatan politik.
Sekali lagi diingatkan bahwa isu putra daerah lebih tepat diarahkan pada pemahaman mendalam mengenal kondisi daerah dengan baik dilihat dari aspek demograpi, sosial budaya, ekonomi dan lain sebagainya, serta berkomitmen membangun Kalimantan Timur. Pahamlah bubuhan ikam (“mengertikah anda”). Silahkan terjemahkan sendiri, yang penting cerdas berpikir dan cerdas bertindak, serta jangan menyesal dibelakang hari karena terkesima dengan uang recehan. (//drs, Samarinda 17 September 2024)
Leave a Reply