
Pemberitaan dipelbagai media siber dan media cetak terkait pro dan kontra atas keberlanjutan pembangunan IKN dengan pelbagai alasan, bagi mereka yang kontra alasan paling mendasar adalah pembangunan IKN belum mendesak dan membutuhkan biaya cukup besar, sementara dengan kondisi keuangan negara (APBN) yang belum menguntungkan saat ini maka pengaturan skala prioritas program mendesak dilakukan, sehingga berdampak terhadap rasionalisasi belanja dan melakukan pentahapan alokasi dana, termasuk untuk pembangunan IKN fase ke-2 (2025 – 2028) dimana sesuai perencanaannya telah dialokasikan Rp 48,8 T.
Bagi mereka yang pro memiliki alasan tersendiri yang intinya beranggapan bahwa kondisi lingkungan fisik Jakarta sudah tidak memenuhi syarat akibat dari kadar polusi yang sudah melampaui ambang batas toleransi, termasuk tingkat kemacetan lalu lintas-nya sudah tinggi pula, sehingga cukup menghambat mobilitas orang terutama saat jam kerja perkantoran. Belum lagi masalah kepadatan penduduk sudah tidak imbang lagi dengan daya dukung ruang kota. Akumulasi dari ke-3 masalah utama tersebut berimplikasi terhadap tidak imbangnya gemerlap kota Jakarta dengan banyaknya area-area kumuh (slum area). Disamping masalah kerawanan sosial akibat disparitas pendapatan cukup kentara antara golongan penduduk berpendapat rendah dengan penduduk menengah keatas yang pendapatanya relatif tinggi.
Jakarta akan tenggelam bukan suatu keniscayaan, karena secara ilmiah dapat dibuktikan dengan semakin menurunnya permukaan tanah sebagai akibat penggunaan air tanah yang cukup masif. Bukti lainnya adalah banjir rob sekitar kawasan pantai utara rutin terjadi, termasuk abrasi daratan sekitar pantai. Oleh karenanya kita tidak perlu ber-eforia terhadap kejayaan masa lalu Jakarta sebagai Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) alias sebagai ibu kota NKRI. Oleh karena itulah solusi untuk memindahkan ibu kota negara ke kawsan yang berada di tengah-tengah Kawasan Indonesia Barat dan Kawasan Indonesia Timur, yaitu di Kalimantan Timur sudah merupakan pilihan yang tepat.
Jakarta Tidak Ditinggalkan : Berubah Peran
Sesuai UU No 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Nusantara, khususnya dalam pasal 5 ayat (1) sudah diatur bahwa Ibu Kota Nusanatara (IKN) hanya merupakan Pusat Pemerintahan saja, dan dalam konteks lainnya sebagaimana dikatakan oleh Presiden Prabowo bahwa IKN adalah Ibu Kota Politik. Artinya,peran Kota Jakarta lebih difokuskan sebagai Pusat Bisnis di Indonesia. yang merupakan aglomerasi dari kawasan lingkup JABODETABEK.
Peran Jakarta tersebut tidak berbeda dengan Negara Australia, dimana pusat bisnis-nya berada di Sydney dan Melbourne, semenatara Canberra hanya ditempati gedung-gedung Pemerintahan, Perwakilan Negara sahabat serta Lembaga Internasional. Demikian pula dengan negara tetangga Malaysia, pusat pemerintahannya ada di Putra Jaya, akan tetapi kegiatan bisnis tetap menonjol di Kuala Lumpur. Di USA beberapa kota besar seperti New York, Chicago dan Las Vegas semakin berkembang sebagai sentra bisnis, tanpa terpengaruh dengan perkembangan Washinton DC sebagai pusat pemerintahan.
Oleh sebab itulah tidak peru ada kekhawatiran pamor Jakarta akan redup dengan sendirinya apabila IKN sudah efektif berperan sebagai Pusat Pemerintahan di tahun 2028 (atau bergeser ke tahun 2030), karena tetap akan menonjol sebagai kota Pusat Bisnis di Indonesia, dan secara historis Jakarta tetap tidak akan pernah dilupakan sebagai bagian dari bukti perkembangan peradaban Indonesia sejak didirikan oleh Fatahilah, zaman penjajahan hingga terwujudnya kemerdekaan Indonesia.
Belajar dari pengalaman negara lain sebagaimana telah diutarakan sebelumnya menunjukkan bahwa kota bisnis lebih berkembang pesat dibandingkan kota yang menjadi ibu kota negara, karena pelaku bisnis lebih membutuhkan dukungan infrastruktur finansial yang kuat dan mata rantai infrastruktur lainnya yang mendukung keperluan investasi, dimana itu semua berada di Jakarta. Sementara di IKN hanya sebatas infrastruktu pemerintahan, dan kita ketahui bersama bahwa urusan bisnis merupakan keputusan corporasi (“perusahaan”) yang tidak terkait dengan urusan pemerintahan, kecuali dalam hal regulasi yang diatur Pemerintah.
Perpindahan ke IKN : Antara Kebijakan dan Niat
Fase pembangunan IKN tahap ke-1 sudah selesai, dan pada tahap ke-2 ini akan dilanjutkan pembangunan fisik pelbagai infrastruktur yang masih kurang, termasuk infrastuktur untuk kelembagaan legeslatif dan yudikatif. Pemerintah telah membuka blokir dana pada rekening pembangunan IKN. Dalam pemberitaan Kaltim Pos (13/02/2025) diberitakan bahwa IKN mendapat tmbahan alokasi dana sebesar Rp 8,1 T, dimana pada awalnya mendapatkan alokasi dana Rp 6,39 T namun oleh Kementrian Keuangan di-efisiensi-kan sebesar Rp 1,15 T. Tamabahan dana berdasarkan hasil kesepakatan Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi II DPR dengan Otorita IKN, maka dana untuk pembangunan IKN yang dikelola Otorita sekitar Rp 14 T, dan sudah mencukupi untuk melanjutkan momentum pembangunan IKN. Seharusnya pendanaan yang dibutuhkan untuk fese ke-2 mencapai rata-rata Rp 16 T selama 3 tahun berturut-turut.
Apa yang telah diutarakan diatas membuktikan bahwa pemerintahan Prabowo – Gibran tetap konsisiten menjadikan IKN sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), dan ini sudah masuk sebagai salah satu program prioritas, yaitu program ke-14; “MELANJUTKAN PEMERATAAN EKONOMI, PENGUATAN UMKM DAN PEMBANGUNAN IBU KOTA NUASANTARA (IKN)”. Artinya, dalam 5 tahun kedepan (2024 – 2029) perdebatan mengenai pembangunan IKN tidak perlu lagi. Berikan kesemapatan kepada Otorita IKN membangun pelbagai infrastruktur fase ke-2 hingga tuntas di tahun 2028. Selanjutnya pada tahun 2029 sudah dapat dilakukan perpindahan Kementrian/Lembaga Non Kementian (K/L) secara bertahap sesuai rencana sebelumnya.
Permasalahannya adalah kebijakan yang tegas dari Pemerintah masih ditunggu; kapan tenggat waktu K/L beserta para ASN-nya, termasuk Institusi TNI dan Polri segera pindah ke IKN. Selama ini alasan yang paling mendasar adalah infrastruktur-nya belum siap. Pada tahun 2028 mendatang dengan asumsi alokasi dana APBN yang diberikan konsisten diangka Rp 16 – 18 T, diharapkan kekurangan pelbagai infrastruktur yang selama ini dkeluhkan sudah teratasi, maka apa lagi yang menjadi alasan lembaga pemerintahan Pusat untuk tidak pindah.
Kekurangan pasti tetap ada, masalah prinsipnya adalah niat (“kemauan”) untuk pindah, karena tidak siap meninggalkan kehidupan di Jakarta. Padahal kemajuan yang telah dicapai Jakarta maupun Kota-Kota besar lainnya di Indonesia terjadi secara bertahap. Sementara di IKN akselerasi pembangunannya memang dipercepat dan dipersiapkan sebagai ibu kota yang memadukan perkembangan teknologi kekinian terutama dalam penerapan sistem administrasi (“birokrasi”) pemerintahan kelas dunia, dengan tetap menjaga kondisi lingkungan yang asri dimana suasana kerja yang tercipta akan mendorong peningkatan produktifitas kerja, sebagai konsekuensi perubahan etos kerja yang berlaku bagi seluruh ASN K/L, termasuk pajurit TNI dan anggota Polri.
Menghapus Stigma Joko Widodo
Di pelbagai media cetak dan media siber apabila disimak perdebatran terkait pro dan kontra pembangunan IKN, maka muncul kesan adanya stigma bahwa IKN identik dengan inisiasi mantan Presiden ke-7 Indonesia (Joko Widodo), sehingga muncul dorongan untuk keluar dari bayang-bayang Joko widodo. Kesan seperti ini seharusnya tidak perlu terjadi karena perpindahan IKN sudah merupakan keharusan kedepannya. Sebagai inisiator kita ketahui bersama bahwa Joko Widodo belum menuntaskan semua infrastruktur di IKN dalam periode pemerintahan keduanya (2019-2024). Artinya, penuntasan pembangunan IKN baru dapat dilakukan saat pemerintahan Probowo Subinato sekarang ini, dan tentunya warna IKN sudah menampilkan sepebuhnya sosok Prabowo. Bahkan pernyataan IKN sebagai Ibu Kota Politik tegas menyebutkan lembaga pemegang kekuasaan legeslatif, eksekutif dan yudikatif harus sudah siap di tahun 2028 mendatang. Sekali lagi diingatkan bahwa semuanya akan sangat bergantung pada ketegasan Presiden Prabowo; apakah perpindahan IKN dapat segera dilakukan pada tahun 2028.
Progran Pembangunan SDM
Pembangunan SDM yang dijadikan salah satu program prioritas di masa pemerintahah Probowo – Gibran seperti pemberian makanan bergizi gratis bagi anak-anak sekolah dan pemeriksaan gratis bagi masyarakat termasuk anak-anak sekolah. Kedua program tersebut berkorelasi langsung terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia secara umum, disamping mengurangi jumlah stunting.
Kebutuhan pembiayaan yang cukup besar berimplikasi terhadap upaya efisiensi anggaran belanja (APBN), karena Kementrian Keuangan tidak mampu menambah anggaran pendapatan secara signifikan, termasuk usulan meningkatkan PPN menjadi 12 % yang ditantang masyakat luas, kecuali hanya PPN untuk barang mewah yang tidak menambah pendapatan negara secara signifikan. Idealnya, langkah efisiensi anggaran belanja diikuti secara proporsional terhadap langkah intensifikasi pendapatan negara oleh Kementrian Keuangan.
Resistensi masyarakat yang teraktualisasikan dalam bentuk demo mahasiswa di pelbagai daerah dengan isu sentral-nya “Indonesia Gelap”, bukan semata-mata menolak ke-2 program tersebut diatas, akan tetapi langkah efisiensi belanja K/L yang dilakukan berdampak terhadap kekhawatiran terjadinya penurunan kualitas pelayanan bagi masyarakat umum di pelbagai sektor kehidupan, termasuk kualitas pendidikan yang ditengarai akan menurun, apabila tidak diimbangi dengan kenaikan SPP.
Efisiensi yang hanya menyentuh komponen belanja yang tidak menyentuh pelayanan langusng kepada masyarakat sebagaimana amanat INPRES No 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja Pada Pelaksanaan APBN dan APBN TA. 2025, apabila nantinya pelaksanaan kegiatan K/L tidak mengalami perubahan atau bahkan produktfitasnya lebih meningkat maka selama masa pemerintahan sebelumnya telah terjadi pemborosan anggaran belanja. Ini berarti langkah efisiensi yang dicanangkan Pemerintah sudah tepat (on the track), dan dapat dilanjutkan pada tahun mendatang, namun secara bersamaan tetap dipacu upaya intensifikasi pendapatan. Diharapkan pembiayaan ke-2 program ungulan tadi tidak akan menimbulkan polemiks.
Kita senua berharap khususnya terhadap pemberian makanan bergizi gratis ini dapat merata keseluruh pelosok Indonesia, tidak hanya terfokus di Jawa atau daerah lainnya yang infrastrukturnya sudah baik (“mudah terjangkau”), mengingat selama ini kitaketahui bersama bahwa uji cobanya dilakukan di daerah (“perkotaan’) yang infrastrukturnya cukup mendukung. Sementara di daerah pedalaman atau bahkan daerah terpencil/perbatasan belum tersentuh. Perlu menjadi perhatian terhadap faktor kemahalan harga karena adanya perbedaan antar daerah yang disebabkan mahalnya biaya transportasi, sehingga standarisasi biaya secara umum antar daerah akan berkorelasi terhadap kualitas makanan. Selain itu, perhatian pada karifan lokal harus dikedepankan pula khususnya pemanfaatan makanan pokok setempat dalam rangka divesifikasi makanan, tidak hanya bergantung pada beras sebagai penunjang asupan karbohidrat.
Banyak tantangan yang dihadapi oleh pemerintahan Prabowo – Gibran, dimana kita tidak dapat melakukan jastfikasi sepihak terhadap resistensi yang terjadi saat ini maupun kedepannya. Kita berikan kesempatan untuk melaksanakannya terlebih duhulu, dan masalah yang terjadi merupakan umpan balik untuk langkah perbaikan selanjutnya. Kita harus sependapat bahwa pembangunan SDM terutama bagi anak-anak sekolah adalah terobosan penting, sama pentingnya dengan pembangunan di sektor-sektor lain khususnya infrastruktur.
Di era Presiden Joko Widodo kita mensaksikan pencapaian hasil-hasil pembangunan insfrastruktur yang sudah dapat kita nikmati saat ini, meskipun kita ketahui pula bahwa struktur demokrasi dalam tatanan kehidupan bernegara menjadi rapuh akibat kepentingan politik dinasti yang dipaksakan selama era Joko Widodo. Di era Presiden Prabowo ini kita berharap adanya keseimbangan antara pembangunan SDM dan infrastruktur, serta membenahi kembali kehidupan demokrasi bernegara pada jalur seharusnya. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah tetap melanjutkan pembangunan IKN, karena NKRI ini sudah sepatutnya memiliki ibu kota negara yang refresentatif sebagai Pusat Pemerintahan, disamping mempertimbangkan besarnya biaya investasi yang telah dikeluarkan Pemerintah selama ini (//drs, Samarinda 26/02/2025).
Leave a Reply