O l e h :
Diddy Rusdiansyah A.D, SE, MM, M.Si
P e n g a n t a r
Tulisan ke-3 ini adalah tulisan terakhir pada website pribadi https://dirusanandani.com yang pembahasannya masih terkait dengan 2 tulisan sebelumnya, dimana tulisan ke-1 membahas bursa bakal calon Gubernur – Wakil Gubernur yang bermunculan di media cetak maupun media siber. Sedangkan tulisan ke-2 membahas tentang menentukan pilihan berdasarkan kemampuan bakal calon dalam menjanjikan visi kedepan dan prestasi kerjanya, bukan sekedar memiliki kemampuan finansial dan dukungan partai politik semata, sehingga sebelum tulisan ke-3 ini ditayangkan, penulis menayangkan tulisan lainnya terkait munculnya pasangan yang mengambil jalur perseorangan, yang tujuannya adalah mengingatkan ada alternatif lain untuk menjadi Kepala Daerah, tidak harus dengan dukungan partai politik (lihat tulisan di website yang sama diatas).
Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan PERPU No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota, diantaranya mengatur persyaratan mengenai dukungan maju Pilkada melalui jalur perseorangan (“indipenden”), salah satu persyaratannya adalah menyertakan pernyataan dukungan yang dilampiri fotocopy KTP atau Surat Keterangan Domisili. Oleh karenanya, ada pameo perpolitikan di daerah bahwa lebih mudah menghimpun KTP prosentase tertentu berdasarkan jumlah penduduk dibandingkan dengan upaya mendapatkan dukungan Partai Politik (Parpol), karena setiap Parpol memiliki mekanisme tersendiri, dengan memperhatikan tingkat elektabiltas calon, hasil survei internal, rekam jejak maupun faktor lainnya terutama kekuatan finansial calon, sebelum menetapkan dukungan (“rekomendasi”) politik terhadap bakal calon Kepala Daerah, baik sebagai pasangan calon Gubernur, Bupati dan Walikota beserta Wakil-nya.
Berpacu Dengan Jadual Pilkada
Rekomendasi dimaksud berupa keputusan yang kewenangannya ada ditingkat DPP (atau sebutan lainnya), bukan kewenangan DPD (atau sebutan lainnya). Ini berarti diperlukan waktu hingga ditermanya rekomendasi, sementara tahap pendaftaran sudah berlangsung tanggal 27 – 29 Agustus 2024, sehingga setelah cuti bersama Idul Fitri berakhir (15 April 2024), maka tersisa waktu ± 4 ½ bulan untuk melakukan langkah-langkah persiapan, maupun sosialisasi kepada masyarakat pemilih diluar jadual resmi kampanye (25 September – 23 November 2024).
Pelbagai upaya lobi politik tidak menutup kemungkinan dibutuhkannya pembiayaan cukup besar, meskipun beberapa Parpol telah melakukan penjaringan secara langsung, seperti DPD PDIP Kaltim membuka pendaftaran tanggal 1 April – 15 Mei 2024, namun sebelumnya DPD Partai Demokrat Kaltim sudah membuka pendaftaran pada tanggal 29 Maret 2024 lalu, Demikian pula hal yang sama dilakukan oleh DPW PKB Kaltim, yaitu telah membentuk desk Pilkada yang diintegrasikan dengan DPC-nya yang tersebar di 10 Kabupaten/Kota se-Kaltim.
Oleh karenanya, realistis bagi pasangan Isran – Hadi memutuskan penggunaan jalur indipenden, karena pertimbangan beberapa aspek; Pertama, optimalisasi waktu persiapan internal dalam rangka mengejar target pendaftaran jalur perseorangan maupun pendaftaran sebagai peserta Pilkada, termasuk melakukan langkah-langkah strategis lainnya guna memenangkan Pilkada; Kedua, upaya untuk menekan biaya politik yang sebenarnya tidak berhubungan langsung terhadap strategi memenangkan Pilkada, karena faktor yang sangat menentukan adalah individu pasangan bersangkutan, baik karena populeritasnya, dukungan finansial (“Isitas”), prestasi kerja maupun gagasan kedepan yang relevan dengan kemajuan daerah. Oleh Andi Harun (lihat Koran Tribun Kaltim tanggal 17 April 2024) dikatakannya bahwa Pilkada adalah panggung ungkapkan gagasan, bukan menampilkan populeritas.
Ketiga, penduduk Provinsi Kaltim yang memiliki hak pilih berjumlah ± 2.854.044 (DKP3A Provinsi Kaltim, semester ke-2 tahun 2023), dan sesuai pasal 41 ayat (1) huruf b UU No. 10 Tahun 2016, bahwa apabila suatu Provinsi jumlah penduduk yang memiliki hak pilih dalam rentang 2.000.000 – 6.000.000 orang maka harus didukung minimal 8,5 % atau berkisar 250.000 orang (dibulatkan), dimana angka tersebut masih dimungkinkan dicapai pasangan Isran – Hadi sebelum pendaftaran jalur perseorangan dibuka pada tanggal 05 Mei 2024 dan berakhir tanggal 19 Agustus 2024, sehingga tersedia waktu ± 4 bulan untuk mendapatkan pernyataan dukungan yang keabsahannya diakui KPU, setelah melalui proses verifikasi.
Pilihan Maju Pilkada : Jalur Indipenden Atau Parpol
Koran Tribun Kaltim tanggal 4 April 2024 memuat headline news berjudul “Isran-Hadi Belum Ada Lawannya”, yang mensitir pendapat akademisi UNMUL bahwa hasil pemetaan terhadap bakal calon yang memiliki kans maju Pilkada serentak tanggal 27 November 2024, dikatakannya bahwa pilihan jalur indipenden oleh Isran – Hadi sudah merupakan pilihan tepat, sementara bakal calon lainnya masih sibuk mencari dukungan Parpol. Perkembangan terakhir, Mahyudin sudah memastikan sikap mengambil jalur indipenden pula (Kaltim Post, tanggal 9 April 2024), padahal sebelumnya optimis maju melalui jalur Parpol.
Safaruddin selaku Ketua DPD PDIP Kaltim masih menunggu restu DPP PDIP, bahkan ada wacana pasangan Basuki Tjahya Purnama (“Ahok”) – Tri Rismaharini turut dicalonkan atas arahan DPP, termasuk Djarot Saiful Hidayat dinominasikan pula maju (Kaltim Post tanggal 3 April 2024). Sementara Rudy Mas’ud Ketua DPD Partai Golkar Kaltim sudah mengklaim mendapat restu DPP, sehingga DPD Partai Golkar sudah mendeklarasikan calon tunggal internal partai untuk maju, yaitu Rudy Mas’ud sendiri dan diberikan mandat menentukan pendamping-nya
Langkah berani yang dilakukan Isran – Hadi bukan tanpa konsekuensi, mengingat kapasitas mereka ber-2 diperebutkan Parpol, sehingga tanpa melibatkan eksistensi Parpol sebagai pengusung akan berpeluang menimbulkan apriori yang harus dihadapi kedepannya, terutama hubungan kerja dengan pihak Legeslatif. Selain itu, Isran – Hadi harus membentuk Tim Pemenangan (“Timses”) yang solid dan profesional, serta mampu bekerja hingga ke pelosok daerah, karena tidak memiliki mesin Parpol yang dapat digerakkan secara berjenjang.
Sosok Hadi Mulyadi dan Figur Lainnya Sebagai Calon KT 2
Kepiawaian Isran Noor dalam menentukan pilihan Wakil Gubernur yang mendampinginya, yaitu Hadi Mulyadi, perlu diacungi jempol karena sosok Hadi Mulyadi pernah mendampinginya pada periode pertama tahun 2018 – 2023 lalu. Diantara mereka ber-2 sudah terbentuk chemistry untuk saling melengkapi, sehingga tidak ada gesekan berarti selama periode tersebut. Headline News Koran Kaltim Pos tanggal 5 April 2024 berjudul “Hadi Pastikan Bersama Isran”, dimana Hadi menegaskan tetap bersedia mendampingi Isran Noor periode berikutnya, dan tetap berkeyakinan mendaftar melalui jalur indipenden pada Mei 2024 mendatang.
Dipilihnya jalur indipenden ini tidak terlepas dari sttrategi pasangan Isran – Hadi, yaitu menghindarkan intervensi Parpol dalam menentukan Wakil Gubernur yang akan dipasangkan dengan Isran Noor, belum tentu pilihannya adalah Hadi Mulyadi. Sedangkan
dengan mengusung visi Kaltim Berdaulat Jilid 2, banyak program yang harus dituntaskan, dan ini membutuhkan chemistry yang sudah terbentuk selama periode pertama kepemimpinan Isran Noor.
Dari sini dapat diketahui sisi lain dari kepiawaian seorang Isran Noor, yaitu mempersiapkan figur pimpinan Kaltim masa depan, sekaligus melanjutkan visi dan program yang sama untuk siap maju mengimbangi kemajuan IKN pada Indonesia Emas 2045 mendatang. Sosok Hadi Mulyadi merupakan pilihan tepat untuk itu. Selama 5 tahun mendampingi Isran Noor, sudah terbentuk investasi politik untuk kembali mendampingi di periode berikutnya.
Kepastian pasangan Isran – Hadi menggunakan jalur indipenden tentu berdampak terhadap peta pencalonan Wakil Gubernur. Seno Adji yang semula santer akan bermain di Kutai Kartanegara, beralih haluan menjajaki peluang untuk menjadi KT 2 (Kaltim Post tanggal 5 April 2024, berjudul “Gerindra Kaltim Panaskan Mesin Politik”). Nama-nama lainnya yang muncul ke permukaan kancah politik adalah Irianto Lamri mantan Gubernur Kaltara periode 2016 – 2021, Edi Damansyah yang saat ini masih menjabat Bupati Kutai Kartanegara periode ke-2, Makmur HAPK mantan Ketua DPRD Provinsi Kaltim dan Bupati Berau 2 periode berturut-turut (2005 – 2010 dan 2010 – 2015). Ardiansyah Sulaiman yang saat ini masih menjabat Bupati Kutai Timur periode pertamanya. Mereka semua digadang-gadang pula masuk bursa pencalonan, dan kapasitasnya tidak perlu diragukan karena faktor pengalamannya.
Andi Harun yang saat ini masih menjabat Walikota Samarinda dan sekaligus Ketua DPD Parati Gerindra belum menunjukkan manuver politik-nya, apakah maju sebagai KT 1 atau KT 2, berbeda dengan Seno Adji yang sama-sama merupakan kader Partai Gerindra, sudah jelas sikapnya untuk menjadi KT 2, sehingga wajar adanya pretensi kalangan awam bahwa Andi masih fokus menuntaskan program-nya sampai 2 periode; Atau ada sedikit eskalasi internal partai. Artinya, sampai saat ini baru ada satu pasangan yang sudah jelas, yaitu Isran – Hadi, sedangkan lainnya masih inten melakukan lobi-lobi politik, walaupun banyak berita yang bermunculan di media, akan tetapi masih bersifat prematur atau bahkan sekedar wacana melakukan “positioning” semata.
Calon Kuat KT 2 : Peta Politik yang Belum Pasti
Keberanian politik Isran Noor dan pasangannya Hadi Mulyadi memberikan keuntungan tersendiri, khususnya untuk segera melakukan sosialisasi program ke masyarakat, tanpa harus menunggu rekomendasi Parpol. Retorika sosialisasi cukup difokuskan pada melanjutkan visi Berani Untuk Kaltim Berdaulat Jilid 2, masyarakat sudah akan paham maknanya, karena selama kepemimpinan Isran Noor – Hadi telah banyak mencapai sukses besar dalam mewujudkan program-program pembangunan sebagai janji politik, ini merupakan “intangible asset”.
Wacana PDIP memunculkan pasangan Ahok – Tri Rismaharini mengisyaratkan kader lokal belum siap bersaing; Atau ada strategi lain yang sudah dipersiapkan DPP. Tri Rismaharini masih aktif sebagai Menteri Sosial hingga saat ini, dimana sebelumnya sukses membesarkan Kota Surabaya sebagai Walikota 2 periode, sedangkan Ahok pernah menjabat Gubernur Provinsi DKI Jakarta melanjutkan sisa periode kepemimpinn Joko Widodo. Pasangan ini secara kapasitas tidak diragukan lagi kemampuannya.
Safaruddin Ketum DPD PDIP Provinsi Kaltim pernah berpasangan bersama Rusmadi maju pada Pilkada 2018 lalu, sehingga memahami kebutuhan dana cukup besar, guna membiayai mesin politik saat kampanye. Saat maju Pilkada tahun 2018 kapasitasnya adalah kader PDIP dan mantan Kapolda Kaltim. Sedangkan maju pada Pilkada 2024 mendatang kapasitasnya adalah anggota DPR RI, sehingga untuk maju sebagai KT 1 harus mengikutsertakan Parpol atau pihak lain yang bersedia sebagai KT 2, maka Safaruddin harus menyiapkan biaya besar. Pertamyaannya, beranikah melakukan “gambling”, dimana menang atau kalah posisinya fifty-fifty. Dalam kondisi demikian diperkirakan Safaruddin lebih nyaman memposisikan diri sebagai KT 2 bermodal hak prerogatif atas kepemilikan kendaraan partai. Artinya, wacana pasangan Ahok – Risma maupun Safaruddin maju pada Pilkada Kaltim November 2024 masih menunggu kepastian, mengingat PDIP tidak dapat mengusung kendaraan tunggal sebagaimana halnya Partai Golkar, masih harus berkoalisi dengan Parpol lainnya.
Sebagaimana disinggung diatas, Partai Golkar sudah pasti dapat maju Pilkada tanpa berkoalisi dengan Parpol lain, namun Rudy Mas’ud masih perlu berhitung biaya politik, baik sebagai Gubernur atau Wakil Gubernur, mengingat 50 % +1 suara pemilih yang termaktub dalam DCT harus dikuasai, tidak sedikit biaya yang dibutuhkan. Belum termasuk biaya kampanye, pelatihan dan honor bagi para saksi di setiap TPS yang tersebar di 10 Kabupaten/Kota serta biaya politik lainnya yang tidak dapat ditentukan nilainya.
Rudy Mas’ud pasti menyadari bahwa untuk maju Pilkada sangat bergantung pada
populeritas (tingkat elektabilitas yang tinggi) dan prestasi kerja yang sudah terbukti, bukan sekedar mengandalkan kekuatan pendanaan saja. Pendanaan untuk menjadi anggota legeslatif tidak sebanyak dana yang dibutuhkan untuk menjadi Kepala Daerah, dan dana investasi yang telah dikeluarkan tidak akan balik, menjadi sunk cost (dana tenggelam/hilang) baik dalam posisi menang atau kalah Pilkada.
Dalam politik tidak ada kerjasama yang permanen, kecuali kesamaan kepentingan sebagai pengikatnya, sehingga Parpol lain pemilik kursi legeslatif di DPRD Provinsi Kaltim tidak tinggal diam, mereka sudah pasti melakukan ancang-ancang untuk siap berkolaborasi. Paling tidak gabungan Parpol tersebut dapat menciptakan poros tengah, dengan mengusung pasangan Gubernur – Wakil Gubernur tersendiri. Umumnya baru terbentuk menjelang pendaftaran peserta Pilkada.
Ada beberapa nama yang diperkirakan akan muncul melalui poros tengah ini, yaitu Irianto Lamri, Edi Damansyah dan Makmur HAPK. Sedangkan Ardiansyah Sulaiman lebih fokus pada pencalonan diri untuk ke-2 kalianya sebagai Bupati Kutai Timur, dengan pasangan yang berbeda. Selain itu, Ardiansyah tidak akan mau bergesekan dengan senior-nya (Isran Noor). Kepala Daerah lainnya di Kabupaten/Kota sama sikapnya dengan Ardiansyah Sulaiman, mereka sepakat dengan pepatah “lebih baik 1 burung di tangan, daripada berharap 10 burung yang terbang di udara”; alias yang pasti-pasti aje kata orang Betawi.
Diprediksikan aakan da 7 pasangan yang kepastiannya baru diketahui saat pendaftaran nantinya, sehingga peluang terjadinya perubahan masih dimungkinkan, karena asumsi adalah semua nama bakal calon tersebut sifatnya masih tahap positioning (klaim perseorangan), belum mendapatkan rekomendasi resmi DPP Parpol bersangkutan, kecuali pasangan Isran – Hadi, selama tetap konsisten di jalur indipenden, tanpa melibatkan partai pengusung.
Diprediksikan pula bahwa pasangan Isran – Noor sebelum pendaftaran pasangan peserta Pilkada, akan ada Parpol yang bergabung sebagai pendukung, sehingga finalnya nanti akan ada 3 – 4 pasangan saja, yaitu jalur indipenden Isran – Hadi, pasangan yang diusung Partai Golkar, pasangan Gerindra sebagai pengusung utama (gabungan Parpol) dan pasangan yang diusung oleh Partai PDIP sebagai pengusung utama (gabungan Parpol). Mengkrucutnya jumlah pasangan lebih disebabkan minimnya pasangan yang mau menanggung pendanaan cukup besar, tanpa ada jaminan dapat menang Pilkada.
Dari apa yang diutarakan diatas, maka untuk sementara peta politik pencalonan Gubernur – Wakil Gubernur Kaltim diprediksikan sebagai berikut :
No | Posisi Bakal Calon | Parpol Pengusung | Keterangan | |
Gubernur | Wk. Gubernur | |||
1 | Isran Noor | Hadi Mulyadi | Jalur Perseorangan | Terkomfirmasi |
2 | Basuki Tjahya Purnama | Tri Rismaharin | Koalisi PDIP dengan Parpol lain | Alternatif 1 (wacna dan belum terkonfirmasi) |
3 | ? | Safaruddin | -Idem- | Alternatif 2 (belum terkomfirmasi) |
4 | Rudy Mas’ud | ? | Partai Golkar | Belum terkomfirmasi |
5 | ? | Seno Adji | Koalisi Partai Gerindra dengan Parpol lain | -Idem- |
6 | Mahyudin | ? | Jalur Perseorangan | Wacana |
7 | ? | ? | Gabungan Parpol lain | Dalam proses |
Keterngan :
- Terkomfirmasi, mendekati pasti karena tidak perlu rekomendasi DPP Parpol.
- Belum terkomfirmasi, masih usulan internal DPD dan menunggu rekomendasi resmi DPP Parpol.
- Dalam proses, masih menunggu (wait & see) dan lobi antar Parpol.
- Wacana, pembicaraan internal Parpol atau individu bersangkutan.
Setelah tulisan ini ditayangkan diprediksikan akan terjadi perubahan-perubahan mendasar terhadap bursa pencalonan Gubernur – Wakil Gubernur Kaltim, karena Parpol lainnya, selain Golkar, PDIP dan Gerindra masih belum menunjukkan arah dukungannya sesuai arahan DPP (atau sebutan lainnya). Perubahan dimaksud merupakan hal yang wajar, karena selama Parpol belum berani menampilkan para kadernya yang potensial, maka ajang Pilkada merupakan ajang dagangan politik. Inilah harga demokrasi yang harus dilalui sebelum kita menjadi warga yang memiliki kesadaran berpolitik dengan baik.
**) Tulisan ini akan terus berlanjut mengikuti dinamika perkembangan politik menjelang Pilkada pada November 2024 mendatang.
Leave a Reply