O l e h :
Diddy Rusdiansyah A.D, SE, MM, M.Si
P e n g a n t a r
Saya tertark salah satu berita di Harian Umum Kaltim Pos tertanggal 1 April 2024 dengan judul “SAATNYA FOKUS PILKADA : Tahapan Resmi Dimulai, Perseorangan Diminta Bersiap”, selanjutnya beredar isu cukup santer bahwa Isran Noor dan pasangannya akan maju sebagai Gubernur – Wakil Gubernur melalui jalur perseorangan (“indipenden”) pada kontestasi Pilkada tanggal 27 November 2024 mendatang, sehingga berita tersebut cukup relevan dengan sikap yang diambil oleh Isran Noor, yaitu memastikan langkah berikutnya tanpa harus menunggu dukungan Partai Politik (Parpol), karena mungkin saja pada tahapan Pilkada sebelum pendaftaran ada Parpol tertentu yang akan bergabung menjelang detik-detik terakhir.
Hal yang sama pernah dilakukan pasangan Zairin Zain – Sarwono, dimana beberapa media on line (siber) pada tanggal 20 Pebruari 2020 lalu memberitakan bahwa pasangan ini mendaftarkan diri pada pencalonan Walikota – Wakil Walikota Samarinda periode 2020 – 2025 dari jalur indipenden. Hal ini tidak bertentangan dengan UU Pilkada, sehingga tidak perlu diperdebatkan, karena mungkin saja ini merupakan bagian dari strategi untuk tidak bergantung pada Parpol yang belum memberikan kepastian dukungan, walaupun upaya lobi-lobi politik telah dilakukan.
Dengan latar belakang yang sama, mungkin saja ini menjadi alasan Isran Noor dan pasangannya mengambil jalur indipenden, bukan karena tidak percaya terhadap eksistensi Parpol. Namun lebih memastikan langkah-langkah politik berikutnya tidak terhambat akibat harus menunggu dukungan Parpol, mengingat pendaftaran bakal calon Gubernur – Wakil Gubernur Kaltim adalah tanggal 24 – 26 Agustus 2024. Apalagi dalam hal Pilkada merupakan ranah kewenangan KPU, dimana pendaftaran melalui jalur perseorangan sesuai UU No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan PERPU No 1 Tahun 2014, telah mengatur dengan jelas persyaratan maju sebagai bakal calon Gubernur – Wakil Gubernur melalui jalur perseorangan.
Jumlah Dukungan yang Dipersyaratkan
Berdasarkan pasal 41 UU No. 10 Tahun 2016 telah diatur persyaratan bagi calon perseorangan (indipenden) untuk maju pada Pilkada sebagai Gubernur – Waki Gubernur, harus memenuhi dukungan prosentasi tertentu dari jumlah penduduk yang memiliki hak pilih; atau tercantum dalam daftar pemilih tetap pada Pemilu atau pemilihan terakhir sebelumnya di daerah (“provinsi”) bersangkutan, dimana untuk Provinsi yang jumlah penduduknya mencapai 2.000.000 jiwa s/d 6.000.000 jiwa, maka jumlah minimal dukungan harus mencapai 8,5 % dari jumlah penduduk yang memiliki hak pilih (terdaftar sebagai pemilih tetap/DPT). Berdasarkan sebarannya, minimal mendapatkan dukungan 50 % dari jumlah Kabupaten/Kota yang ada.
Jumlah penduduk Provinsi Kaltim per semester II 2023 mencapai 4.007.736 jiwa (DKP3A Provinsi Kaltim), dimana penduduk yang berhak untuk memilih berdasarkan kepemilikan KTP (usia > 17 tahun) berjumlah 2.854.044 jiwa, sehingga berdasarkan ketentuan berlaku maka jumlah dukungan minimal yang harus diserahkan ke KPU adalah 242.594 jiwa (dibulatkan). Apabila merujuk pada jumlah pemilih tetap berdasarkan Pemilu Presiden/ Legeslatif yang terakhir dilaksanakan di Kaltim adalah berjumlah 2.776.644 jiwa (Badan Kesbangpol Provinsi Kaltim), maka dukungan minimalnya adalah 236.015 jiwa (dibulatkan). Pilihan data yang mana akan digunakan tergantung penetapan KPU.
Sementara berdasarkan sebarannya maka dari 10 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Kaltim, maka bakal calon perseorangan harus mendapatkan dukungan penduduk dengan jumlah minimal tersebut diatas yang tersebar di 5 Kabupaten/Kota.
Merujuk ketentuan diatas bukan permasalahan prinsip bagi Tim Pemenangan Isran Noor untuk memenuhinya, karena jeda waktu sampai dengan batas akhir pendaftaran di KPU masih tersedia waktu ± 4 ½ bulan untuk mempersiapkan dukungan minimal yang tersebar di 5 Kabupaten/Kota atau bahkan lebih.
Jalur Independen : Melepaskan Ketergantungan Pada Parpol
Apabila alasan Isran Noor dan pasangannya merupakan bagian dari strategi untuk memposisikan diri terhadap pilihan Parpol pengusung, maka hal ini dapat dipahami alasannya. Sebaliknya, apabila bukan strategi yang dirancang untuk itu dan yakin mampu maju pada kontestasi Pilkada tanpa berharap dukungan Parpol pengusung, maka perlu mendalaminya lebih lanjut, karena ini merupakan sikap yang berani dan berpeluang akan memunculkan pasangan lainnya yang menggunakan jalur indipenden.
Isran Noor dan pasangannya sebelum memasuki tahapan pendaftaran harus berani mengklaim memiliki dukungan lebih dari 250.000 jiwa, dibuktikan dengan copy KTP; atau bahkan 2 kali besar dari jumlah minimal dukungan. Apalagi pendaftaran dapat dilakukan lebih awal akan memberikan keuntungan tersendiri, karena akan menjadi rujukan awal bagi KPU terutama pada tahapan verifikasi data dukungan, sehingga kemungkinan dianulir akibat dari terjadinya duplikasi KTP maka masih memiliki data dukungan diatas jumlah minimal.
Selain itu, apabila pendaftaran dilakukan lebih awal maka pengajuan KTP yang sama oleh pasangan lainnya dapat dianulir, dengan asumsi bahwa KPU melakukannya secara teliti dan transparan. Pertanyaan mendasarnya adalah apabila ada 2 pasangan dari jalur indipenden lolos verifikasi, maka dapat dipastikan akan terjadi perubahan konstalasi perpolitikan Pilkada di Kaltim.
Melawan Stigma
Stigma yang ada dalam perpolitikan di Indonesia menyebutkan bahwa kecil peluangnya bagi pasangan dari jalur indipenden dapat berhasil dalam PIlkada, tapi stigma demikian tidak dapat dibenarkan, karena dalam Pilkada yang dipilih adalah individunya (calon Kepala Daerah), bukan Parpol pengusung. Faktanya, harus diakui bahwa jumlah pasangan Kepala Daerah yang menang Pilkada melalui jalur indipenden relatif masih kecil, sehingga inilah yang dijadikan stigma sebagaimana telah diutarakan tadi.
Idealnya calon pasangan Kepala Daerah yang diusung adalah kader Parpol sendiri. Namun faktanya tidak selalu demikian, karena jumlah kursi kader Parpol di Legeslatif setempat tidak mencukupi, sehingga mengharuskan kolaborasi dengan Parpol lainnya; Atau memang tidak ada kader internal yang dapat diusung, sehingga kelemahan mendasar inilah membuka peluang munculnya kader non Parpol atau kader dari Parpol lain. Praktis, negosiasi politik akan terjadi yang kadangkala gaungnya lebih intens ketimbang Pilkada-nya sendiri, sehingga tidak mengherankan sebelum pendaftaran bakal pasangan calon Kepala Daerah di KPU, dapat terjadi bongkar pasang bakal pasangan calon menjelang detik-detik terakhir.
Artinya, ketidakpastian penentuan pasangan yang seharusnya dapat dilakukan lebih awal, menjadi salah satu faktor penting; mengapa muncul bakal calon dari jalur perseorangan (indipenden), terutama bakal pasangan calon yang memiliki sumber daya finansial cukup besar serta didukung Tim Pemenangan yang berpengalaman dan profesional.
Dalam ranah politik tidak ada yang gratis, harus ada biaya politik untuk menggerakkan mesin-mesin politik dalam upaya menang Pilkada. Biaya politik tidak dipersepsikan sebagai politik uang (money politik), mengingat adanya perbedaan prinsip. Politik uang merupakan suatu hal yang dilarang dalam peraturan perundang-uandangan, karena sudah pasti berbau KKN. Sementara biaya politik adalah konsekwensi dari Anggaran Pemerintah (APBN/APBD) belum dapat menopang pembiayaan Pilkada sepenuhnya, sehingga biaya tersebut ditanggung oleh pasangan peserta Pilkada, seperti biaya pembuatan alat peraga kampanye, operasional Tim Pemenangan, pelatihan dan penempatan saksi serta penggalangan masa yang masih dibenarkan menurut aturan/ketentaun.
Pasangan yang memiliki sumber daya finansial dan Tim Pemenangan yang solid, tidak akan mau dihadapkan dengan adanya ketidakpastian waktu berkepanjangan akibat belum adanya kesepakatan dengan Parpol pengusung, sementara masih banyak hal lainnya yang harus dilakukan, sehingga dihadapkan pada kondisi seperti ini merupakan hal yang logis mengambil jalur perseorangan (indipenden), sehingga langkah yang ditempuh Isran Noor dan pasangannya untuk lebih awal mempersiapkan diri adalah tindakan tepat, dimana sementara waktu menunggu proses verifikasi data (setelah pendfataran), dapat melanjutkan upaya konsolidasi internal maupun eksternal tanpa disibukan dengan urusan partai.
Sisi lainnya, menghadirkan Parpol pengusung berimplikasi akan menimbulkan tambahan biaya. Sementara, apabila yakin popularitas pasangan tetap terjaga dan cenderung meningkat dengan hanya mengandalkan jalur indipenden, maka tidak ada salahnya melepaskan diri dari ketergantungan pada partai.
Saya tidak dapat memastikan; apakah ini merupakan pertimbangan lainnya dari Isran Noor dan pasangannya mengambil jalur indipenden. Dari aspek biaya ini, tidak dapat dikatakan bahwa jalur indipenden lebih murah biayanya ketimbang memanfaatkan jalur partai pengusung sebagai kendaraan politik dalam Pilkdda, karena besaran biaya berhubungan dengan pilihan strategi kampanye, popularitas pasangan dan program yang ditawarkan.
Untuk maju Pilkda dengan biaya murah dapat dilakukan melalui investasi politik jauh-jauh hari sebelumnya, yaitu 3 – 5 tahun sebelum memasuki pelaksanaan Pilkada, dengan cara mendekatkan diri langsung ke masyarakat melalui dialog interaktif, sosialisasi serta mampu menunjukkan kualitas kepemimpinan yang tidak direkayasa, termasuk publikasi berkala dengan memanfaatkan pelbagai jaringan media. Upaya lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah melakukan kaderisasi internal partai. Masalahnya; apakah partai bersedia untuk melakukan investasi politik, mempersiapkan kadernya sendiri secara terprogram.
Modal Isran Noor : Visi dan Prestasi
Isran Noor maju melalui jalur perseorangan bukanlah bermodal nekat, namun sudah memperhitungkan pelbagai aspek atas penilaian untung ruginya. Sebagaimana tulisan saya sebelumnya di website pribadi https://dirusanandani.com, telah dibahas bahwa bakal calon Kepala Daerah yang akan maju dalam kontestasi Pilkada 2024 harus memiliki POPULERITAS cukup tinggi, dukungan finansial yang kuat (diistilahkan ISITAS) serta memiliki visi kedepan yang realistis dan terbukti memiliki prestasi kerja.
Sebagai mantan Gubernur Kaltim periode 2018 – 2023 yang berpasangan dengan Hadi Mulyadi selaku Wakil Gubernur, telah sukses mengusung visi “Berani Untuk Kaltim Berdaulat”, dengan banyak prestasi yang telah dihasilkan (secara khusus akan dibahas dalam tulisan tersendiri). Capaian prestasi tersebut dapat menjadi modal untuk kembali maju dengan mengusung kembali visi KALTIM BERDAULAT Jilud 2.
Pasangan Isran Noor – Hadi Mulyadi cukup populer di kalangan masyarakat Kaltim, sehingga ini dapat menjadi modal “intangible” karena sudah terbentuk selama 5 tahun dalam menjalankan tugas/urusan pemerintahan, pembangunan daerah dan pelayanan publik, yang terakumulasikan dalam program-program prioritas RENSTRA 2018 – 2023.
** Tulisan ini sebagai respon atas maraknya isu bahwa Isran Noor akan maju dari jalur perseorangan pada Pilkada di tahun 2024, sehingga dalam tulisan ini dibahas secara teoritis apa yang menjadi latar belakangnya. Tulisan masih ada kaitan dengan 2 tulisan sebelumnya.
Leave a Reply