Press ESC to close

JEMBATAN MAHAKAM IV SEBAGAI IKON KOTA SAMARINDA – Layak Ditawarkan Sebagai Obyek Wisata **)

O l e h

Diddy Rusdiansyah A.D

 

P e n g a n t a r

Tulisan ini pernah ditayangkan pada website saya sebelumnya, dan masih relevan diutarakan kembali pada kontekstual saat ini, karena keberadaan Jembatan Mahakam IV bukan hanya sekedar infrastruktur transportasi utama kota, namun dapat dijadikan sebagai obyek wisata, yang tentunya dikemas dengan paket wisata jelajah Sungai Mahakam.

Pada tanggal 2 Januari 2020 sekitar pukul 21.00 Wita, Gubernur Kalimantan Timur (Isran Noor) telah meresmikan operasionalisasi Jembatan IV yang ditandai dengan uji coba open traffic mulai pukul 23.00 wita dan launching lampu tematik. Keberadaan jembatan ini sudah dinantikan sejak tahun 2018 untuk dapat dioperasionalkan. Gubernur Kalimantan Timur saat itu (Awang Faroek Ishak) sudah mendorong upaya percepatannya, namun karena tahapan penyediaan dananya terbatas maka baru tahun 2020 dapat direalisasikan operasionalnya.

Pada tanggal 17 Desember 2019 lalu sudah dioperasionalkan jalan tol Balikpapan-Samarinda, yang diresmikan oleh Presiden Joko Widodo. Kedua infrastruktur ini relevan dengan kesiapan Samarinda sebagai penyangga IKN.

Latar Belakang – Mengapa Jembatan Diperlukan

Pembangunan Jembatan Mahakam (JM) IV ini awalnya tidak ada kaitan dengan penetapan Kalimantan Timur sebagai IKN, semata-mata hanya mempertimbangkan intensitas lalu lintas orang dan barang yang terus meningkat menyeberangi Sungai Mahakam yang menghubungkan Samarinda Kota – Samarinda Seberang. Jembatan Mahakam I di sekitar kawasan Sei Kunjang sudah begitu padat pergerakan lalu lintas-nya dibandingkan Jembatan Mahulu dan Jembatan Mahkota.

Diisisi lainnya, usia pemakaian JM I  sudah cukup lama dan dapat dipastikan bahwa secara teknis berdampak terhadap kemampuan daya dukung jembatan, apalagi pondasi bawah jembatan ini sering ditabrak ponton. Oleh karenanya, untuk mengurangi beban teknis JM I dan untuk memecah kepadatan lalu lintas kendaraan, maka dibangunlah JM IV, dengan struktur/desain berbeda dengan JM I, guna memberikan ruang yang lebih leluasa bagi lalu lintas sungai, terutama tugboat yang membawa ponton.

Lokasi JM I merupakan bentang yang relatif pendek yang menghubungkan Samarinda Kota – Samarinda Seberang, namun konsekwensinya adalah kecepatan arus sungai menjadi lebih kuat (“deras”), sehingga perlu penyesuian struktur/desain jembatan, dan tetap membangun jembatan bersebelahan (“berdekatan”). Pada saat itu dideklarasikan nama JM I dan IV sebagai Jembatan Kembar, walaupun belum merupakan penyebutan resmi.

Penetapan Kalimantan Timur sebagai Ibu Kota Nusantara (IKN), maka keberadaan beberapa proyek strategis daerah yang dicanangkan pada masa kepemimpinan Awang Faroek Ishak, seperti bandara A.P.T. Pranoto, JM IV dan Jalan tol Ballikpapan – Samarinda merupakan infrastruktur yang menjadikan nilai tambah terhadap kesiapan dalam mendukung IKN di tahun 2025 mendatang, saat Istana Negara dan Gedung-gedung Pemerintahan sudah dapat operasional, dan kegiatan Pemerintahan sudah berjalan.

Pembiayaan dan Teknis Jembatan

Pembangunan JM IV dibiayai sepenuhnya oleh  pendanaan APBD Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, dengan pola multi years project (MYP), yang menghabiskan biaya sebesar Rp 835 M, guna membangun jembatan sepanjang 1.251 m, dengan rincian sebagaimana tersaji berikut ini.

Tabel 1

Biaya Pembangunan dan Data Teknis Jembatan Mahakam IV Samarinda

No

U r a i a n Jalan Pendekat Sisi Samarinda Bentang Tengah Jalan Pendekat Sisi Samarinda Seberang
I Nilai Kontrak Rp 225 M Rp 384 M Rp 226 M
II Data Teknis      
2.1 Struktur Gelagar tipe U Gelagar tipe U
2.2 Panjang 465,00 m 400,00 m 386,65 m
2.3 Lebar 17,30 m 17,30 m 17,30 m
2.4 Jumlah pilar 10 buah + pile cap 4 buah 16 buah
2.5 Bentang utama 220 m
2.6 Bentang sisi 90 m x 2
2.7 Jens pondasi Pipa pancang baja 1000 mm Tiang pancang baja 1000 m Bore pile 1000 mm dan 600 mm

Sumber : Dinas PUPR & Perumahan Rakyat.

Sebagai Ikon Kota dan Implikasinya

Jembatan Mahakam IV dihisasi dengan lampu-lampu tematik (warna-warni), sehingga di malam hari menjadi tampak indah dengan permainan lampu, jadi sudah sepatutnya menjadi Ikon kota yang berada di seputar tepian Sungai Mahakam, melengkapi ikon lainnya yang sudah ada terlebih dahulu, seperti Kantor Gubernur, Islamic Center, taman lampion dan Big Mal. Sebentar lagi akan menyusul Teras Samarinda yang masih dalam proses pembangunan.

Sebagai ikon kota yang dapat dinikmati di malam hari oleh masyarakat Kota Samarinda, akan memberikan peluang berkembangnya sektor informal yang menjajakan makanan. Ini pasti akan terjadi dan perlu diantisipasi, yaitu harus ada pengaturan ruang untuk taman (ruang terbuka hijau), parkir kendaraan dan wisata kuliner (jajanan). Hotel Harris dan Hotel Fugo menjadikan view natural JM IV untuk bersantai sambil menikmati makanan atau sekedar bersantai.

Pemerintah Kota Samarinda sudah seharusnya merencanakan pengaturan ruang (spasial) terutama sekitar kawasan yang berdekatan dengan JM IV. Idealnya keberadaan Teras Samarinda (depan Kantor Gubernur Kaltim dan Kaper. BI Samarinda) tidak menjadi kumuh seperti sebelumnya dan menjadi titik kemacetan lalu lintas terutama di malam hari, sehingga perlu adanya pengalihanan/pembagian beban ke kawasan sekitar JM IV ini. Penataan Taman Olah Bebaya mungkin menjadi jawaban untuk mengatasi masalah ini.

Pengalaman terdahulu  membuktikan bahwa masyarakat lebih cepat bertindak dibandingkan perencanaan pemerintah, karena mereka melihat peluang untuk berusaha. Awalnya, sekedar beberapa orang saja yang memulai usaha berjualan, dan apabila potensi pasar (“pengunjung/pembeli”) terus bertambah, maka lambat laun akan bertambah para penjual/penjaja makanan lainnya, karena sektor informal ini mudah masuk dan mudah keluar.

Langkah Tindaklanjut – Segerakan Perencanaan  

Sepanjang tepian Sungai Mahakam setelah adanya Teras Samarinda diprediksikan akan berkembang sebagai sentra kegiatan masyarakat, khususnya kalangan anak-anak muda; Atau di depan Islamic Center, taman lampion, dan segera akan menyusul di sekitaran JM IV dengan adanya Taman Olah Bebaya.

Idealnya, sentra kegiatan di sepanjang tepian Sungai Mahakam terbagi dalam beberapa lokasi/tempat, guna menghindari terjadinya; Pertama. kekumuhan yang umumnya berkorelasi terhadap kebersihan lingkungan sekitarnya. Kedua,   munculnya titik-titik kemacetan lalu lintas, terkait dengan pengaturan parkir yang tidak teratur; Dan ketiga, rusaknya penataan taman.

Eks pelabuhan sepanjang Jl. Laks. Yos Sudarso yang saat ini tingkat utilitas-nya sudah berkurang dapat menjadi sentra kegiatan baru, dengan mengubahnya menjadi boulevard, serta ditata menjadi pusat jajanan dan hiburan bernuansa Samarinda tempo doeloe. Kawasan Jl. Laks. Yos Sudarso adalah termasuk kawasan kota lama Samarinda, masih menyisakan heritage berupa “tempekong”

Pemerintah Kota Samarinda sesuai dengan kewenangannya sudah mulai memikirkan masalah ini, dengan membuat perencanaan yang komprehensif. Kota Samarinda terus berkemban yang ditopang posisinya sebagai ibu kota Provinsi, sebagai kota transit dari kota lain di sekitarnya dan sebagai mitra IKN. Perencanaan yang dibuat berupa pengaturan zonasi penggunaan ruang (spasial) merujuk RUTR yang sudah ada.

Tidak perlu mengeluarkan pendanaan APBD yang besar, karena dapat dilakukan kerjasama dengan pihak ke-III, yang sifatnya saling menguntungkan. Fasilitas yang dibangun oleh pihak ke-III tidak bersifat permanen dan sesuai dengan desain yang telah ditetapkan, agar artistik-nya dapat lebih menarik.

Penawaran Paket Wisata

Keunggulan komperatif Kota Samarinda, salah satunya adalah keberadaan Sungai Mahakam yang menawarkan eksotika tersendiri menjelang matahari terbenam hingga malam hari. Beberapa paket wisata jelajah Sungai Mahakam sudah ada penawarannya, termasuk tambahan makan malam apabila diminta.

Rute jelajahnya adalah JM IV hingga Jembatan Mahkota (JM III). Paket wisata tadi sudah lazim ditawarkan di beberapa negara, termasuk diantaranya di Moskow dan di Chicago (USA). Bedanya, lebar alur sungai tidak selebar Sungai Mahakam, di kiri dan kanan alur sungai banyak berdiri gedung-gedung lama (heritage), dengan tata arsitektur khss-nya masing-masing, dan inilah yang ditawarkan oleh Travel Agent setempat atau khusus memilih paket makan malam bersama yang harus dipesan terlebih dahulu.

Sementara di Surabaya menjelajah Kali Mas, yang menawarkan paket makan malam ditempat tertentu yang sudah disediakan, setelah menjelajah kali dengan menggunakan perahu bermesin, singgah di beberapa tempat di sepanjang alur kali yang di lewati. Hiasan lampu menambah keindahan suasana di malam hari. Best practice Kali Mas ini terletak pada penataan sungai dan upaya menjaga kebersihannya.  Penataan dimaksud simultan dengan upaya Pemerintah Kota Surabaya untuk menjadkan sungai sebagai mata rantai pengendalian banjir kota.

Pemerintah Kota Samarinda dapat merefleksi pelbgai upaya penataan sungai sebagaimana disebutkan diatas. Menjadikan Teras Samarinda dan Islamic Center sebagai ikon saat menjelajah Sungai Mahakam sudah merupakan upaya on the track untuk itu, akan tetapi masih belum optimal, diperlukan tambahan ikon baru, seperti adanya hiasan lampu dibawah JM IV dan JM III, menyediakan tempat tertentu di tepi sungai untuk food bazar, dimana posisi strategisnya sebelum Jembatan Mahulu (Jembatan Mahakam II), yaitu di sekitar  Loa Bakung.

Dan jangan dilupakan Taman Olah Bebaya di sektar JM IV memerlukan polesan tersendiri, dijadikan sebagai taman kota serta pusat hiburan terbuka bagi masyarakat. Selain untuk membagi beban keramaian di sekitar Teras Samarinda. Mssyarakat diberikan banyak alternatif pilihan hiburan.

Jadikan Taman Olan Bebaya sebagai taman bermain yang ramah bagi anak-anak, sediakan tempat kuliner bagi usaha kecil, yang bersedia menjaga kebersihan dan tidak menggunakan  plastik (sampah yang tidak dapat daur ulang.

**) Tulisan ini bertujuan untuk memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Samarinda, untuk menata kawasan seputar Jembatan Mahakam IV sebagai kawasan yang dapat menjadi alternatif hiburan bagi masyarakat, disamping memanfaatkan peluang atas keberadaan IKN.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *