Press ESC to close

Implikasi Akan Disepakatinya Zero Point Pada Pos Lintas Batas Long Midang – Ba’kelalan

Long Midang merupakan salah satu Desa yang berada di Kecamatan Krayan, namun memiliki posisi strategis, karena berbatasan langsung dengan Ba’Kelalan, Limbang Division (Serawak); dan dalam ketentuan Border Cross Agreement (BCA) Tahun 1970 sudah ditetapkan sebagai exit/entry point (pos lintas batas) yang telah disepakati bersama antara Indonesia – Malaysia. Selain itu dalam perencanaan RPJM Nasional 2010 – 2014, Long Midang merupakan salah satu dari 5 (lima) Pusat Kegiatan Strategi Nasional (PKSN) yang ada di Kalimantan Timur, dimana PKSN lainnya adalah Nunukan, Sei Manggaris, Long Nawang dan Long Pahangai.
Sebagai PKSN, maka arah pengembangannya kedepannya adalah menjadikan setiap lokasi PKSN sebagai kawasan perkotaan yang melaksanakan fungsi sebagai; (a) pos pemeriksaan lintas batas (PLB) dengan negara tetangga; (b) pintu gerbang internasional yang menghubungkan dengan Negara tetangga; (c) simpul utama transportasi yang menghubungkan wilayah sekitarnya; dan (d) pusat pertumbuhan ekonomi yang dapat mendorong perkembangan kawasan sekitarnya.
Dalam fungsinya sebagai pos pemeriksaan lintas batas antar Negara inilah, maka keberadaan Long Midang harus mampu dipacu pembangunannya, tidak hanya melengkapi fasilitas PLB saja, namun lebih dari itu adalah membangun potensi kawasan sebagai sektor unggulan, guna memanfaatkan arus lintas batas orang antar Negara, karena pergerakan orang tadi dapat dipastikan akan diikuti dengan pergerakan barang, baik dalam kerangka border trade maupun barter trade.
Pada pertemuan The Joint Malaysia – Indonesia Boundary Committee, pada tanggal 22 – 24 November 2012 di Miri – Serawak, salah satu rumusan rapat yang disepakati berasama adalah akan dilaksanakannya penetapan titik nol (zero point) di PLB Long Midang – Ba’kelalan pada tahun 2013. Kesepakatan ini sebagai awal dari kegiatan pembukaan PLB secara formal. Di Kalimantan Timur sendiri PLB yang sudah diformalkan adalah Nunukan – Tawao, yaitu Pos Pemeriksaan Lintas Batas (PPLB) di Lam Hie Djung, sedangkan di Sei Nyamuk (Sebatik) masih dalam proses pembangunan fasilitas pendukungnya, baik berupa fasilitas pelabuhan maupun fasilitas kepabeanan (Custom), imigrasi (Imigation), karantinan (Quarantine) dan pengamanan (Security); CIQS.
Pihak Malaysia telah membangun infrastruktur jalan menuju kawasan perbatasan-nya, sedangkan di pihak kita sendiri, walaupun sudah ada jalan menuju kawasan perbatasan; dari Long Bawan hingga Long Midang, akan tetapi permukaan jalannya masih berupa perkerasan tanah (pasir batu). Secara logika ekonomi, pembangunan infrastruktur jalan, dapat dipastikan ada kaitannya dengan manfaat ekonomi yang akan didapatkan. Artinya, pihak Pemerintah Negeri Serawak (Malaysia) memiliki persepsi terhadap perkembangan positif kondisi ekonomi kawasan perbatasan diantara kedua Negara.
Kecamatan Krayan luas wilayahnya ± 1.834,74 km2, dengan jumlah penduduk sebanyak 7.240 jiwa (sensus penduduk 2010);  memiliki potensi ekstraktif, diantaranya adalah padi adan, hortikultura dan garam gunung serta potensi pariwisata nan eksotik, dengan  flora dan fauna endimik khas dataran tinggi borneo. Pelbagai potensi tadi dapat dikembangkan dengan mengadopsi Model Stasiun Riset dan Wisata Lingkungan. Pilihan model ini menghendaki adanya enclave lingkungan sebagai kawasan riset alam terbuka, kawasan wisata lingkungan dan PLB. Model lainnya adalah Model Kawasan Agropolitan, yang memungkinkan kawasan perbatasan kedua belah pihak dimanfaatkan secara bersama; menerapkan manajemen yang professional. Model disebutkan terakhir ini merupakan pengembangan lebih lanjut usaha perkebunan  yang telah berkembang sebelumnya di kawasan perbatasan salah satu Negara, dimana orientasi pemasarannya tetap berada di Negara bersangkutan. Namun demikian, penerapan Model Kawasan Agropolitan di Kecamatan Krayan harus dilakukan secara selektif, terutama untuk usaha perkebunan (agroindustri), karena sebagian kawasan Krayan tercakup dalam kawasan hutan lindung (heart of borneo).
Apapun pilihan model kawasan yang akan dikembangkan nantinya, tetap mengharuskan bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten Nunukan untuk melakukan pembangunan kawasan secara bertahap dan terprogram, mengimbangi langkah yang sama yang telah dilakukan pihak Malaysia, terutama infrastruktur jalan dan fasilitas PLB, agar semua pihak dapat mengambil manfaat ekonomi secara berimbang dan timbal balik.
Kesepakatan penetapan titik nol ini tidak terlepas dari rangkaian kegiatan pembahasan kertas kerja Sosial Ekonomi Indonesia – Malaysia (Sosek Malindo) Kalimantan Barat – Serawak, dimana posisi Kalimantan Timur hanya sebagai peninjau. Sedangkan untuk kegiatan sama antara Kalimantan Timur – Sabah belum terdapat kesepakatan untuk membuka PLB di Sei Manggaris – Serodong, bahkan untuk sementara ini ditangguhkan pembahasannya.

P e n g a n t a r
Tulisan ini sudah pernah dimuat pada Buletin Kawasan Perbatasan Edisi 06 No. 03 Desember 2012, dimana penyajiannya pada kesempatan ini merupakan informasi terhadap hasil perundingan yang telah dilakukan dengan pihak Malaysia
beberapa waktu yang lalu di tahun 2012, dengan penekanan pada implikasi lanjutan setelah disepkatinya titik nol (zero point) oleh Indonesia – Malaysia.

O l e h
Diddy Rusdiansyah A.D, SE., MM
Kabid. Pembinaan Ekonomi & Dunia Usaha pada Badan Pengelolaan Kawasan Perbatasan, Pedalaman & Daerah Tertinggal Provinsi Kalimantan Timur

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *