O l e h :
Diddy Rusdiansyah A.D
P e n g a n t a r
Ide ini berawal dari pernyataan Ketua Umum PWI Pusat pada masanya; yaitu Atal S. Depari, dalam arahannya pada pembukaan Konferensi PWI Provinsi Kaltim, di Samarinda tanggal 30 November 2019 lalu. Tegas dikatakan beliau bahwa Kaltim nantinya akan menjadi ibu kota negara tahun 2024 mendatang, sehingga tidak bisa dipungkiri lagi bahwa para wartawan Kaltim terutama yang ada di Samarinda dan Balikpapan harus berbenah diri, agar tidak tertinggal kualitas pengetahuan dan keterampilannya dengan para wartawan yang selama ini sudah menjadi wartawan ring #1 di Jakarta.
Tulisan sebelumnya berjudul “PERKEMBANGAN MEDIA SIBER (ON LINE) DI KALTIM – Peluang & Masalah” sudah disinggung upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas para wartawan terutama media siber (on lne), walaupun penekanannya adalah pada asosiasi perusahaan yang mewadahinya, yaitu SMSI, AMSi dan JMSI, karena peningkatan kualitas ini tidak hanya bersentuhan dengan kemampuan wartawan saja, namun lebih dari adalah terkait dengan kualitas pmberitaannya, dan ini tidak terlepas dari apa yang diutarakan oleh Atal S. Depari
Sebagai pusat pemerintahan RI maka otomatis menjadi pusat pemneritaan skala nasional maupun internasional, sehingga persaingan antar media, yaitu media cetak, media siber, media audio (radio) dan media audio – visual (televisi) semakin ketat untuk tampil terbaik. Artinya, untuk tetap eksis maka media lokal harus berani bersaing dengan media nasional/ internasional.
Wartawan Ring #1
Secara harfiah tidak ada perbedaan prinsip antara wartawan ring #1 dengan wartawan lainnya, hanya beda dalam penugasannya saja, yaitu bertugas di seputar istana negara atau mengikuti peliputan seputar kegiatan Presiden/Wakil Presiden. Namun demikian, untuk menjadi wartawan ring #1 sangat selektif, tidak hanya fokus pada attitude, pengalaman sebagai jurnalis dan penampilan saja. Akan tetapi lebih dari itu, harus ditopang pengetahuan yang cukup luas, pemahaman kode etik kewartawanan serta memiliki jejaring kerja cukup luas dalam mendukung peran dan fungsi sebagai wartawan.
Artinya, tidak mudah menjadi wartawan ring #1, karena membutuhkan waktu dalam pembentukannya. Apabila merunut waktu hingga tahun 2025 mendatang, saat dimulainya pemindahan bertahap para ASN serta anggota TNI dan Polri ke IKN, maka masih ada sisa waktu yang tersedia lebih kurang ± 2 tahun untuk melakukan persiapan pembentukan wartawan ring #1 melalui pengembangan kapasitas yang terprogram, melibatkan PWI, AJI dan IJTI secara kelembagaan. Disamping melibatkan perusahaan penerbit surat kabar (media cetak), perusahaan media siber, baik SMSI, AMSI maupun JMSI, serta perusahaan/lembaga penyiaran radio dan televisi,
Langkah awalnya adalah mendata jumlah pasti wartawan di Kaltim, berdasarkan daftar anggota yang dikeluarkan oleh PWI, AJI dan IJTI. Datanya dapat mudah didapatkan, namun wartawan media siber memerlukan perhatian khusus, mengingat masih banyak media belum diverifikasi, bahkan ada yang belum terdaftar, namun diantaranya sudah menjalankna peran sebagai media siber yang secara rutin memuat pemberitaan on line. Sementara persyaratan yang ditentukan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang selanjutnya dijabarkan dalam Peraturan Dewan Pers No. 03/PERATURAN-DP/X/2019 tanggal 22 Oktober 2019 tentang Standar Perusahaan Pers, belum terpenuhi.
Program Pengembangan Kapasitas
Apabila pendataan sudah dapat dituntaskan, maka langkah berikutnya adalah membuat program pengembangan kapasitas. Program ini harus diawali dengan kesepakatan terhadap rujukan kode etik, mengingat substansi mendasar materi pengembangan kapasitas adalah kode etik ini, sementara setiap asosiasi (Organisasi Induk para wartawan/jurnalis) memiliki kode etik-nya masing-masing, sehingga harus disepakati penggunaan kode etik yang bersifat umum, yaitu merujuk kode etik Dewan Pers.
Materi lainnya merupakan substansi teknis yang lebih diarahkan pada pembentukkan keterampilan, seperti teknik wawancara dan teknik menulis berupa feature, analis berita dan jenis penulisan relevan lainnya. Program ini tidak mencakup keterampilan teknis yang sudah seharusnya menjadi kewajiban induk organisasi para jurnalis.
Langkah berikutnya adalah mengatur tahapan implementasi (milestones), dengan memastikan terlebih dahulu institusi yang menjadi leading sector, dan sebaliknya peran ini dipegang oleh Instansi Pemerintahan, yaitu Dinas Komunikasi dan Informatika, dengan melibatkan PWI, AJI dan ITJI dalam suatu kepanitiaan. Pembiayaannya, tidak hanya berasal dari APBD, namun diharapkan donasi yang tidak mengikat dari kalangan BUMN/BUMD maupun swasta nasional lainnya.
Adanya kepantiaan dan kepastian peluang pendataan akan memudahkan menyusun rencana implementasi, dengan menetapkan sasaran kualitatifnya berupa jumlah wartawan yang akan diberikan pelatihan (up grade), serta sasaran kuantitatifnya, berupa standar kualitas keterampilan dan pengetahuan yang harus dimiliki oleh para wartawan/jurnalis.
Sementara terkait dengan kewajiban kompetensi, yaitu harus melalui Uji Kompetensi Wartawan (UKW), merupakan bagian dari rencana implementasi yang menjadi tanggungjawab induk organisasi/asosiasi jurnalis bersangkutan, namun tetap menjadi bagian dari rencana implementasi, hanya saja tanggungjawab pelaksanaan tidak ditangani panitia.
Implementasi yang dilaksanakan secara konsisten merupakan inti keberhasilan membentuk para wartawan Kaltim yang memiliki kualitas wartawan ring #1, akan tetapi tidak otomatis menjadi wartawan ring #1, karena harus dilakukan seleksi ketat. Paling tidak Kaltim sudah memiliki wartawan yang siap berkompetisi dalam menghadapi eksodus wartawan dari media besar di Jakarta, yang akan ditempatkan di Ibu Kota Nusantara.
Inilah pokok-pokok pemikiran saya pribadi, bisa setuju ataupun tidak. Saya hanya ingin berbuat dan bertindak dalam kapasitas yang seharusnya saya lakukan. Semoga bermanfaat.
**) Tulisan ini sudah pernah ditayangkan sebelumnya, namun sedikit modifikasi masih relevan untuk diutarakan kembali, karena terinspirasi upaya menggugah para wartawan/jurnalis siap berkompetisi di Ibu Kota Nusantara di masa mendatang.
Leave a Reply