Press ESC to close

GUGATAN NETRALITAS ASN MULAI BERGULIR : Belajar Dari Kasus Samarinda

 

Tulisan saya sebelumnya berjudul “Netralitas Pegawai Menjelang Pilkada 2024”, ditayangkan pada website yang sama telah diutarakan bebeapa hal akan terjadi dengan sikap netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), terutama apabila salah satu kontestan Pilkada adalah Kepala Daerah (KDH) yang sedang berkuasa (petahana) dan ingin kembali berkuasa pada periode berikutnya; Dan ada kecenderungan untuk memanfaatkan mesin birokrasi sebagai gerbong politik secara terstruktur.

Keterlibatan dalam gerbong politik ada pula bersifat sukarela, karena menjaga eksistensi jabatan (“takut kehilangan jabatan”); Atau secara pribadi memiliki kesepahaman dengan KDH petahana yang akan maju lagi dalam kontestasi Pilkada, yaitu  kesepahaman untuk membangun daerah menjadi lebih baik; Atau melihat calon lainnya yang akan maju tidak memiliki kepasitas yang diharapkan, sehingga beranggapan posisi petahana lebih baik untuk melanjutkan kepemmpinannya sebagai KDH pada periode berukutnya, Mungkin masih ada alasan lainnya aebagai pembenaran sepihak atas sikap “ketidaknetralan” dimaksud. Akan tetapi apapun alasannya tetap mengharuskan ASN bersikap netral dalam urusan Pilkada ini, karena UU No. 20 Tahun 2023 tentang ASN sudah mengaturnya.

Di Samarinda sebagaimna diketahui bahwa sampai saat ini sudah ada indikasi Walikota dan Wakil Walikota (Wawali) sudah tidak sehaluan lagi. Situasi seperti ini akan menjadi suasana politik tidak kondusif apabila salah satu diantara mereka memanfaatkan mesin birokrasi sebagai gerbong politik. Pensikapa ASN akan terbelah, ada yang pro dan sebaliknya kontra terhadap Walikota (Andi Harun) atau Wawali (Rusmadi Wongso). Hal ini sah saja, sebab pro atau kontra adalah hak setiap ASN untuk memilih, bukan diaktualisasikan dengan dukungan politik praktis, khususnya sebagai bagian dari Tim Sukses.

Kaltim Post maupun Samarinda Pos (11/6/2024) melansir berita adanya laporan Bawaslu kepada Komisi ASn (KASN), ada 3 pejabat Pemerintah Kota Samarinda melakukan tindakan indisipliner, yaitu pelanggaran netralitas ASN. Apabila terbukti maka dapat dikenakan sanksi, mulai dari sanksi ringan berupa teguran tertulis, hingga sanksi tingkat sedang/berat berupa penundaan kenaikan pangkat, penurunan pangkat dan bahkan dapat diberhentikan dari jabatan atau statusnya sebagai ASN.

Ketiga ASN bersangkutan melakukan pendekatan kepada Partai Politik untuk kepentingan pencalonan pasangan KDH, dimana ini merupakan tindakan yang seharusnya tidak perlu dilakukan, apabila terbukti maka secara vulgar sudah melakukan politik praktis. Mungkin saja saat pendekatan tersebut dllakukan hanya sekedar mendiskusikan wacana menentukan kriteria Walikota/Wawali kedepan Kota Samarinda. Hal ini bukan merupakan masalah prinsip selama tidak fokus pada calon tertentu, dan tidak bersikap apriori terhadap calon lainnya. Namun, kalau sudah menyebutkan nama dan bahkan menjanjikan sesuatu sudah pasti tidak dapat ditoleransi oleh KASN.

Kita tidak perlu berandai-andai, tunggu saja saja hasil pendalaman pihak KASN. Bagi ASN lainnya ini menjadi pembelajaran bersama untuk tidak melakukan pelanggaran netralitas ASN. Dalam konteks Pilwali Kota Samarinda pada November 2024 mendatang, dimana Walikota dan Wawali kemungkinan maju masing-masing, maka kubu pro/kontra pilihan diantara ASN pasti akan ada upaya saling memantau pergerakan antar kubu, sehingga membuka peluang saling melaporkan tanpa menyebutkan identitas, hanya memberikan fakta terutama data visual yang disebar melalui media sosial. Apalagi memanfaatkan mesin birokrasi secara terstruktur, yaitu melibatkan perangkat daerah yang berhubungan dengan masyarakat luas secara langsung, untuk kepentingan penggalangan suara akan sangat mudah dibuktikan.

Hindari hal tersebut diatas, jangan mengejar jabatan menggunakan jalur pintas, karena pengembangan karier ASN adalah menerapkan sistem merit, yaitu kombinasi antara jenjang kepangkatan (senioritas) dan kompetensi. Arinya, setiap ASN harus terus berupaya meningkatkan kompetensinya, baik akademik, manajerial maupun sosio kultural. Untuk menduduki jabatan pimpinan tinggi pratama (eselon 2) melalui seleksi terbuka, sehingga kesempatan untuk berkompetisi secara terbuka diantara ASN yang memenihi syarat terukur. Jangan memanfaatkan jalur pintas diajang Pilkada karena resikonya tinggi. (//drs, Tanjung Redeb 13/06/2024)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *